Gudang Ilmu Pengetahuan

Pages

Sunday, 25 October 2015

Hukum Riba, Macam-macam Riba dan Bahaya Riba

RIBA
Hukum Riba, Macam-macam Riba dan Bahaya Riba


Allah Swt. berfirman;

الَّذِينَ يَأْكُلُونَ الرِّبَا لاَ يَقُومُونَ إِلاَّ كَمَا يَقُومُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسِّ ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ قَالُواْ إِنَّمَا الْبَيْعُ مِثْلُ الرِّبَا وَأَحَلَّ اللّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا فَمَن جَاءهُ مَوْعِظَةٌ مِّن رَّبِّهِ فَانتَهَىَ فَلَهُ مَا سَلَفَ وَأَمْرُهُ إِلَى اللّهِ وَمَنْ عَادَ فَأُوْلَـئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ -٢٧٥- يَمْحَقُ اللّهُ الْرِّبَا وَيُرْبِي الصَّدَقَاتِ وَاللّهُ لاَ يُحِبُّ كُلَّ كَفَّارٍ أَثِيمٍ -٢٧٦- إِنَّ الَّذِينَ آمَنُواْ وَعَمِلُواْ الصَّالِحَاتِ وَأَقَامُواْ الصَّلاَةَ وَآتَوُاْ الزَّكَاةَ لَهُمْ أَجْرُهُمْ عِندَ رَبِّهِمْ وَلاَ خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلاَ هُمْ يَحْزَنُونَ -٢٧٧- يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ اتَّقُواْ اللّهَ وَذَرُواْ مَا بَقِيَ مِنَ الرِّبَا إِن كُنتُم مُّؤْمِنِينَ -٢٧٨- فَإِن لَّمْ تَفْعَلُواْ فَأْذَنُواْ بِحَرْبٍ مِّنَ اللّهِ وَرَسُولِهِ وَإِن تُبْتُمْ فَلَكُمْ رُؤُوسُ أَمْوَالِكُمْ لاَ تَظْلِمُونَ وَلاَ تُظْلَمُونَ -٢٧٩-

Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka Berkata (berpendapat), Sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah Telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. orang-orang yang Telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), Maka baginya apa yang Telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. orang yang kembali (mengambil riba), Maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. dan Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa.Sesungguhnya orang-orang yang beriman, mengerjakan amal saleh, mendirikan shalat dan menunaikan zakat, mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman.Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), Maka Ketahuilah, bahwa Allah dan rasul-Nya akan memerangimu. dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), Maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya Dan jika (orang yang berhutang itu) dalam kesukaran, Maka berilah tangguh sampai dia berkelapangan. dan menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu, lebih baik bagimu, jika kamu Mengetahui.Dan peliharalah dirimu dari (azab yang terjadi pada) hari yang pada waktu itu kamu semua dikembalikan kepada Allah. Kemudian masing-masing diri diberi balasan yang Sempurna terhadap apa yang Telah dikerjakannya, sedang mereka sedikitpun tidak dianiaya (dirugikan)[1].

Asbabun Nuzul[2]
            Al-Abbas dan Khalid bin al-Walid adalah dua orang yang berkongsi di zaman jahiliyah, dengan memberikan pinjaman secara riba kepada orang suku Tsaqif. Setelah islam datang, kedua orang ini masih mempunyai sisa riba dalam jumlah besar. Begitulah lalu turun Al-Baqarah: ayat 278 , kemudian Rasulullah Saw. bersabda:
"Ketahuilah! Sesungguhnya tiap-tiap riba dari riba jahiliyah harus sudah dihentikan, dan pertama kali riba yang kuhentikan ialah riba al-Abbas dan setiap (penuntutan) darah dari darah jahiliyah harus dihentikan, dan pertama-tama darah yang kuhentikan ialah darah Rabi'ah bin Harits bin 'Abdul Muththalib".
Pengertian Riba
            Menurut bahasa, riba memiliki beberapa pengertian, yaitu[3];
·         Bertambah (الزيادة), kerena salah satu perbuatan riba adalah meminta tambahan dari sesuatu yang dihutangkan.
·          Berkembang (النام), kerena salah satu perbuatan riba adalah membungakan harta uang atau yang lainnya yang dipinjamkan kepada orang lain.
·         Berlebihan atau Menggelembung, kata-kata ini berasal dari firman Allah surah Al-Haj:
Sedangkan menurut istilah, yang dimaksud dengan riba;
1.     Syaikh Muhammad Abduh[4], berpendapat bahwa yang dimaksud dengan riba ialah penambahan-penambahan yang diisyaratkan oleh orang yang memiliki harta kepada orang yang meminjam hartanya (uangnya), kerena pengunduran janji pembayaran oleh peminjam dari waktu yang ditentukan
2.     M. Quraish Shihab[5],  Riba adalah mengambil kelebihan di atas modal dari yang butuh dengan mengeksploitasi kebutuhannya.
3.     Ibnu Katsir[6], riba adalah menolong atau  membantu, namun mencari keuntungan di balik pertolongan tersebut bahkan mencekik dan menghisap darah.
Tafsir Surah Al-Baqarah 275-279
            Persoalan riba telah dibicarakan Al-Qur'an sebelum surah Al-Baqarah 275-279. Kata riba ditemukan dalam empat surah, yaitu Al-Imran, An-Nisa', Ar-Rum dan Al-Baqarah[7]. Ayat terakhir tentang riba adalah ayat-ayat yang terdapat dalam surah Al-Baqarah. Bahkan ayat ini dinilai sebagai ayat hukum terakhir atau ayat terakhir yang diterima oleh Rasul saw. Umar bin Khaththab berkata, bahwa rasul saw. wafat sebelum sempat menafsirkan maknanya, yakni secara tuntas[8].
            Menurut M. Quraish Shihab, ayat ini telah didahului oleh ayat-ayat lain yang bicara tentang riba, maka tidak heran jika kandungannya bukan saja melarang praktek riba, tetapi juga sangat mencela pelakunya, bahkan mengancam mereka[9]. Ash-Shabuni menafsirkan ayat ini, sebagai berikut[10];
1.     Maksud "makan" pada ayat di atas, ialah mengambil dan membelanjakannya. Kata ”makan" ini sering pula dipakai dengan arti mempergunakan harta orang lain dengan cara yang tidak benar.
2.     Dipersamakannya pemakan-pemakan riba dengan orang-orang yang kesurupan adalah suatu ungkapan yang halus sekali, yaitu; Allah memasukan riba dalam perut mereka itu, lalu barang itu memberatkan mereka. Hingga mereka itu sempoyongan, bangun jatuh. Itu akan menjadi tanda mereka di hari akhirat nanti . Sedangkan menurut M. Quraish Shihab[11],
Sebenarnya tidak tertutup kemungkinan memahaminya sekarang dalam kehidupan dunia. Mereka yang melakukan praktek riba, hidup dalam situasi gelisah, tidak tentram, selalu bingun dan berada dalam ketidakpastian, disebabkan kerena pikiran mereka yang tertuju kepada materi dan penambahannya. Banyak orang, lebih-lebih yang melakukan praktek riba, menjadikan hidupnya hanya untuk mengumpulkan materi, dan saat itu mereka hidup tak mengenal arah. Benar, orang-orang yang memakan riba telah disentuh setan sehingga bingun tak tahu arah.
3.     Perkataan " sesungguhnya jual beli sama dengan riba" itu disebut "tasybih maqlub" (persamaan terbalik), sebab "musayabbah bih"-nya nilainya lebih tinggi. Sedangkan yang dimaksud disini ialah: Riba itu sama dengan jual beli, sama-sama halalnya karena mereka berlebihan dalam keyakinannya, bahwa riba itu dijadikannya sebagai pokok dan hukumnya halal. Sehingga dipersamakan dengannya dengan jual beli. Menurut M. Quraish Shihab[12],
ucapan ”jual beli tidak lain kecuali sama dengan riba" ucapan tersebut (Pelaku riba) menunjukkan bagaimana kerancuan berpikir dan ucapan mereka. Mestinya mereka berkata "Riba, tidak lain kecuali sama dengan jual beli" karena masalah yang dibicarakan masalah riba, sehingga itu yang harus didahulukan penyebutannya, tetapi mereka membalikannya. Ini  contoh sederhana dari pembalikan logika mereka serta keterombangambingan yang mereka alami. Bisa jadi juga, ucapan itu untuk menggambarkan, bertapa riba telah mendarah daging dalam jiwa mereka sehingga menjadikannya sebagai dasar transaksi ekonomi yang diterima sebagaimana halnya jual beli. Padahal Allah telah menghalalkan jual beli, jual beli saling menguntungkan kedua belah pihak, sedangkan riba merugikan salah satu pihak.
4.     Yang menjadi titik tinjaun dalam ayat " Allah memusnahkan riba dan menumbuhkan sedekah" ialah Allah menjelaskan, bahwa riba menyebabkan kurangnya harta dan penyebab tidak berkembangnya harta itu. Sedangkan sedekah adalah penyebab tumbuhnya harta dan bukan penyebab berkurangnya harta itu.
5.     Kata "perang" dengan bentuk nakirah adalah menunjukan besarnya persoalan ini, lebih-lebih dengan dinisbatkannya kepada Allah dan Rasul. Seolah-olah Allah mengatakan: percayalah akan ada suatu peperangan dahsyat dari Allah dan Rasul-Nya yang tidak dapat dikalahkan. Ini memberi isyarat, bahwa akibat yang paling buruk akan dialami oleh orang-orang yang biasa makan harta riba. Ibnu Abbas berkata: Kelak di hari qiyamat akan dikatakan kepada pemakan riba-angkatlah senjatamu untuk berperang, kemudian ibnu Abbas membaca ayat 275[13].
6.     Perkataan "Kaffar" dan "Atsiem" kedua-duanya termasuk shighat mubalaghah, yang artinya: banyak kekufuran dan banyak berbuat dosa. Ini menunjukkan, bahwa haramnya riba itu sangat keras sekali, dan termasuk perbuatan orang-orang kafir, bukan perbuatan orang-orang islam.
7.     Perkataan "Dan jika orang yang berhutang itu dalam kesukaran, maka berilah kesempatan sampai ia berkelonggaran" itu untuk memberi semangat kepada pihak yang menghutangi supaya benar-benar memberi kepada pihak yang berhutang itu sampai ia benar-benar mampu. Rasul Saw. bersabda:Barang siapa menangguhkan pembayaran hutang orang yang berada dalam kesulitan, atau membebaskannya dari hutangnya, maka dia akan dilindungi Allah pada hari yang tiada perlindungan kecuali perlindungan-Nya (hari kiamat) (HR. Imam Muslim)[14].
8.     Sebagian ulama berkata, barangsiapa yang merenungkan ayat-ayat di atas dengan segala kandungannya, seperti tentang siksaan pemakan riba, orang yang menghalalkan riba serta besarnya dosanya, maka dia pun akan tahu betapa keadaan mereka-mereka itu kelak di akhirat, mereka akan dikumpulkan dalam keadaan gila, kekal di neraka, dipersamakan dengan orang yang kafir dan akan mendapat perlawanan dari Allah dan Rasul serta kekal dalam la'nat.
9.     Ayat-ayat riba ini ditutup dengan " dan takutlah kepada suatu hari dimana kamu sekalian akan dikembalikan kepada Allah di hari itu, kemudian tiap-tiap jiwa akan dibalas dengan penuh sesuai apa yang dikerjakan dan mereka tidak akan dianiya." Dan ayat ini adalah ayat yang terakhir turun setelah sembilan hari kemudian rasul saw wafat.
Tahap diharamkannya Riba[15]
1.    Qs. Ar-Rum: 39
2.    Qs. An-Nisa': 159
3.    Qs. Ali Imran: 130
4.    Qs. Al-Baqarah: 278

Macam-macam Riba
Menurut sebagian ulama riba dibagi menjadi tiga yaitu Riba Nasi'ah, Riba Fadhal dan riba Yad. Riba Nasi'ah ialah riba yang sudah ma'ruf di kalangan jahiliyah, yaitu seseorang menghutangi uang dalam jumlah tertentu kepada seseorang dengan batas tertentu, dengan syarat berbunga sebagai imbalan limit waktu yang diberikan itu[16]. Misalnya, seorang yang berhutang seribu rupiah yang mesti dibayar dalam jangka  waktu yang telah ditetapkan, tetapi tidak terbayar olehnya pada waktu itu, maka bertambah besar jumlah utangnya[17], riba semacam inilah yang kini berlaku di Bank-bank (Konvensional). Menurut Prof. Dr. Abdul Aziz muhamamad Azzam;
Riba dalam jenis transaksi ini sangat jelas dan tidak perlu diterangkan sebab semua unsur dasar riba telah terpenuhi seperti tambahan dari modal dan tempo yang memyebabkan tambahan. Dan menjadikan keuntungan (interest) sebagai syarat yang terkandung dalam akad yaitu sebagai harta melahirkan harta kerena adanya tempo dan tidak lain ada lagi yang lain[18].

Sufyan telah meriwayatkan dari Humaid dari Maisarah dia berkata, "aku bertanya kepada Ibn Umar, bahwa aku berhutang dengan bertempo, kemudian orang tempat aku berhutang itu berkata "Lunaskanlah hutangmu sekarang ini juga dan kupotong hutangmu itu.'' Ibnu Umar berkata ,itu Riba[19].


            Riba Fadhal[20], sebagaimana yang tersebut dalam hadis Ubbadah bin Shamit, dia berkata;
Bahwasannya aku telah mendengar Rasulullah Saw melarang menjual emas dengan emas, perak dengan perak, tamar dengan tamar, gandum dengan gandum, Sya'ir dengan sya'ir, garam dengan garam, kecuali satu rupa dengan satu rupa, dibayar tunai. Maka barangsiapa yang menambah tau meminta tambah, sesungguhnya dia telah melakukan riba.''(HR. Muslim)

Riba Fadhal adalah tambahan pada salah satu dua ganti kepada yang lain ketika terjadi tukar menukar sesuatu yang sama secara tunai. Islam telah mengharamkan riba ini dikarenakan dapat mengantarkan kepada riba yang hakiki yaitu riba Nasi'ah.
Dari Abu Sa'id al-Khudri, dia berkata; Bilal datang menemui Nabi Saw membawa kurma burni (kurma yang bagus) lalu Nabi Saw bertanya kepadanya; Darimana kamu mendapatkan ini? Bilal menjawab; kami mempunyai kurma yang buruk lalu saya jual (tukar) dua Sha' dengan satu Sha' kurma yang baik. Nabi berkata kepadanya; '' aduh bukankah ini yang dikatakan riba dan yang dikatakan riba jangan kamu lakukan, namun jika kamu ingin membeli, maka jual kurma yang buruk dan beli kurma yang baik.(Syaikhnani, Muslim)[21].

            Menurut Sulaiman Rasyid, Riba Yad adalah dua orang yang bertukar barang atau jual beli berpisah sebelum timbang terima[22]. Sedangkan menurut Ibn Qayyim, perpisahan dua orang yang melakukan jual beli sebelum serah terima mengakibatkan perbuatan tersebut menjadi riba.[23]
Dampak Riba
1.     Bahaya buat masyarakat dan agama[24]
2.     Para Ahli ekonomi berpendapat bahwa penyebab utama krisis ekonomi adalah bunga yang dibayar sebagai penjiman modal atau dengan singkat bisa disebut riba[25].
3.     Riba dapat menimbulkan over produksi. Riba membuat daya beli sebagian besar masyarakat lemah sehingga persedian jasa dan barang semakin tertimbun, akibatnya perusahaan macet karena produksinya tidak laku, perusahaan mengurangi tenaga kerja untuk menghindari kerugian yang lebih besar, dan mengakibatkan adanya sekian jumlah pengangguran[26].
4.     Lord keynes pernah mengeluh dihadapan  Majelis Tinggi (House of Lord) inggris tentang bunga yang diambil oleh pemerintah A.S. Hal ini menunjukkan bahwa negara besar pun seperti inggris terkena musibah dari bunga pinjaman Amerika, bunga tersebut menurut fuqaha disebut riba. Dengan demikian, riba dapat meretakkan hubungan, baik hubungan antara orang perorang maupun negara antar negara, seperti Inggris dan Amerika[27].
5.     Seringan-ringan dosa riba yaitu seperti halnya kita berjima' dengan ibu kita sendiri[28](Ibn Majah dan al-Hakim).
6.     Mendapat laknat dan kelak di yaumil qiyamah mereka pelaku riba, Allah dan Rasul-Nya akan memerangi mereka, dibangkitkan dalam keadaan gila dan mereka kekal di dalam neraka.
Simpulan[29]
1.     Riba merupakan dosa yang sangat besar.
2.     Riba banyak ataupun sedikit hukumnya sama.
3.     Seorang mukmin wajib berdiri di atas batas-batas hukum syara' yaitu menjahui semua yang diharamkan Allah.
4.     Senjata yang paling ampuh yang dapat melindungi diri seorang muslim dari menyalahi hukum Allah itu ialah bertakwa kepada Allah.

SEMOGA BERMAMFAAT...WASSALAM...


[1]. Al-Baqarah (2) : 275-279
[2].Ash-Shabuni, Terjemahan Ayat Ahkam Ash-Shabuni, diterjemahkan oleh Mu'ammal Hamidy dan Drs. Imron A.,(Cetakan ke 4, Surabaya: PT Bina Ilmu,2003 ), h. 322.
[3].Dr. H. Hendi Suhendi, M.Si., Fiqh Mualamah,( Jakarta: PT Rajagrafindo Persada,2005), h. 57.
[4] .ibid., h. 58.
[5].M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah; Pesan, kesan, dan Keserasian Al-Qur'an, Volume I, (Cetakan VIII, Jakarta: Lentera Hati,2006), h.588.
[6].Ibnu Katsir, Terjemahan Singkat Tafsir Ibnu Katsir, diterjemahkan oleh H. Salim Bahreisy dan H. Said Bahreisy, (Cetakan II,Surabaya: PT Bina Ilmu,1987), h. 497.
[7].M. Quraish Shihab, loc. cit.
[8].ibid
[9].ibid
[10].Ash Shabuni, op. cit., h. 322-324.
[11].M. Quraish Shihab, op. cit., h. 588-589.
[12].ibid., h. 593.
[13] .Ibnu Katsir, loc. Cit.
[14] .M. Quraish Shihab, op. cit., h. 599.
[15]. Ash Shabuni, op. cit., h. 325-326.
[16].ibid., h.327.
[17].Syekh. H. Abdul Halim Hasan,Tafsir Al-Ahkam,(cetakan I, Jakarta: Kencana,2006), h. 163.
[18].Prof. Dr. Abdul Aziz muhamamad Azzam, نظام المعاملات فى الفقه الاسلامى,diterjemahkan oleh Nadirsyah Hawari, Lc, M.A dengan judul Fiqih Mu'amalat; Sistem Transaksi dalam Islam,(Cetakan I, Jakarta: Amzah), h. 222.
[19].lihat, Syekh. H. Abdul Halim Hasan, op. cit., h. 165.
[20]. Ibid., h. 164.
[21] .lihat, Prof. Dr. Abdul Aziz muhamamad Azzam, op. cit., h. 220.
[22].lihat, Dr. H. Hendi Suhendi, M.Si., op. cit., h. 62.
[23].ibid
[24]. Ash Shabuni, op. cit., h. 330.
[25]. Dr. H. Hendi Suhendi, M.Si., op. cit., h. 65.
[26].Ibid
[27].Ibid
[28].lihat, Ibnu Katsir, op. cit., h. 50.
[29]. Ash Shabuni, loc. Cit.


0 komentar:

Post a Comment