PENGERTIAN EKONOMI ISLAM DAN PARADIGMA SISTEM NYA
Kata pengantar
Puju syukur kami haturkan kehadirat allah SAW, karna berkat rahmat dan ridho nya kami dapat menyelesaikan makalah “ pengertian ekonomi islam dan paradigm system nya” tepat pada waktu nya.
Tak lupa kami ucapkan terima kasih kepada bp. Nedi hendri, S.E., M.Si., Akt. Sebagai dosen pengampu akuntansi perbankan syariah, dan tak lupa pula kepada teman-teman yang telah membantu tersusun nya makalah ini baik bantuan moril maupun materil kami ucapkan banyak terima kasih.
Kami menyadari penyusunan makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karna itu kritik dan saran yang membangun sangat kami nantikan agar kami dapat lebih baik lagi dalam menyusun makalah.
Metro, 3 – 12 – 2013
penyusun
DAFTAR ISI
Kata Pengantar………………………………………………………………………………. i
Daftar Isi ……………………………………………………… ……………………………..ii
BAB I. PENDAHULUAN………………………………………………………………….... 1
BAB II. PEMBAHASAN…………………..............................................................................2
Pengertian ekonomi islam dan paradigm system nya…………………………… 2
Dasar-dasar system ekonomi islam ……………………..…………………. ……..4
Prinsip dan tujuan utama ekonomi islam………………………………………… 7
Metodologi ekonomi islam……………………..………………………………….. 9
BAB III. KESIMPULAN.......................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA
ii
BAB 1
Pendahuluan
Sesungguhnya telah sepuluh abad sebelum orang-orang Eropa menyusun teori-teori tentang ekonomi, telah diturunkan oleh Allah Swt sebuah analisa tentang ekonomi yang khas di daerah Arab. Hal yang lebih menarik adalah bahwa analisa ekonomi tersebut tidak mencerminkan keadaan bangsa Arab pada waktu itu, tetapi adalah untuk seluruh dunia. Jadi sesungguhnya hal tersebut merupakan hidayah dari Allah Swt, Tuhan yang mengetahui sedalam-dalamnya akan isi dan hakikat dari segala sesuatu. Kemudian struktur ekonomi yang ada dalam firman Allah dan sudah sangat jelas aturan-aturannya tersebut, pernah dan telah dilaksanakan dengan baik oleh umat pada waktu itu. Sistem ekonomi tersebut adalah susatu susunan baru yang bersifat universal, bukan merupakan ekonomi nasional bangsa Arab. Sistem ekonomi tersebut dinamakan ekonomi Islam.
Sesungguhnya telah sepuluh abad sebelum orang-orang Eropa menyusun teori-teori tentang ekonomi, telah diturunkan oleh Allah Swt sebuah analisa tentang ekonomi yang khas di daerah Arab. Hal yang lebih menarik adalah bahwa analisa ekonomi tersebut tidak mencerminkan keadaan bangsa Arab pada waktu itu, tetapi adalah untuk seluruh dunia. Jadi sesungguhnya hal tersebut merupakan hidayah dari Allah Swt, Tuhan yang mengetahui sedalam-dalamnya akan isi dan hakikat dari segala sesuatu. Kemudian struktur ekonomi yang ada dalam firman Allah dan sudah sangat jelas aturan-aturannya tersebut, pernah dan telah dilaksanakan dengan baik oleh umat pada waktu itu. Sistem ekonomi tersebut adalah susatu susunan baru yang bersifat universal, bukan merupakan ekonomi nasional bangsa Arab. Sistem ekonomi tersebut dinamakan ekonomi Islam.
BAB II
PEMBAHASAN
Pengertian Ekonomi Islam dan Paradigma Sistemnya
Pengertian masa kini ekonomi ialah satu kajian yang berkenaan dengan perilaku manusia dalam menggunakan sumber dayanya untuk memenuhi keperluan mereka. Sedangkan dalam pengertian Islam, ekonomi adalah satu sains sosial yang mengkaji masalah masalah ekonomi manusia yang didasarkan kepada asas asas dan nilai nilai Islam. Ekonomi Islam seringkali dimasukkan sebagai cabang ilmu yang mempelajari metode memahami dan memecahkan masalah ekonomi yang didasarkan pada ajaran Islam. Perilaku manusia sebagai komunitas sosial yang didasarkan pada ajaran Islam inilah yang menjadi dasar pembentukan perekonomian Islam itu sendiri. Dengan demikian ekonomi Islam dapat didefinisikan sebagai sebuah studi tentang pengelolaan harta benda menurut perpektif Islam (tadbîr syu’un al-mâl min wijhah nazhar al-islam) (An-Nabhani, 1990).
Ekonomi Islam secara epistemologis kiranya dapat dibagi menjadi dua disiplin ilmu; Pertama, ekonomi Islam normatif, yaitu studi tentang hukum-hukum syariah Islam yang berkaitan dengan urusan harta benda (al-mâl). Ekonomi Islam normatif ini oleh Taqiyuddin an-Nabhani (1990) disebut sistem ekonomi Islam (an-nizham al-iqtishadi fi al-Islâm). Kedua, ekonomi Islam positif, yaitu studi konsep-konsep Islam yang berkaitan dengan urusan harta benda, khususnya yang berkaitan dengan produksi barang dan jasa.
. Islam menempatkan etika sebagai kerangka dalam ilmu ekonominya. Dengan demikian ekononomi Islam dikonsepkan sebagai kerangka nilai yang integratif yang ditujukkan untuk pencapaian kemenangan (falah) di mana ekonomi Islam tidak hanya sebagai ulasan deskriptif empiris atas perilaku umat Islam, namun juga membentuk suatu perekonomian yang membawa umat manusia dalam pencapaian kemenangan hidupnya yang hakiki ( P3EI, 2008:26).
Pada bagian dasarnya atau landasan teori ekonomi Islam terbangun atas beberapa pokok prinsip, yakni prinsip tauhid, al-Adl, nubuwah, khilafah dan ma’ad (Chapra, 2000:6). Adapun paradigma sistem ekonomi Islam terbagi dalam 2 (dua) bagian; paradigma umum, yaitu aqidah Islamiyah yang menjadi landasan pemikiran (al-qa’idah fikriyah) bagi segala pemikiran Islam, seperti sistem ekonomi Islam, sistem politik Islam, sistem pendidikan Islam, dan sebagainya. Kedua adalah paradigma khusus (cabang) sebagai sejumlah kaidah umum yang lahir dari aqidah Islam yang menjadi landasan bagi bangunan sistem ekonomi Islam.
Paradigm system ekonomi islam
— Syaikh Taqiyuddinan-Nabhani (2001) menggunakan istilah lain yang maknanya hampir sama dengan paradigma, yaitu al-qa’idah fikriyah, yang berarti pemikiran dasar yang menjadilandasan bagi pemikiran-pemikiran lainnya.Dengan pengertian itu, paradigma sistem ekonomi Islam ada 2 (dua), yaitu:
— Pertama para digma umum
, yaitu Aqidah Islamiyah yang menjadi landasan pemikiran (al-qa’idah fikriyah) bagi segala pemikiran Islam, seperti sistem ekonomi Islam, sistem politik Islam, sistem pendidikan Islam, dan sebagainya.
— Kedua, paradigma khusus (cabang),
yaitu sejumlah kaidah umum dan mendasar dalam Syariah Islam yang lahir dari Aqidah Islam, yang secara khusus menjadi landasan bangunan sistem ekonomi Islam
Paradigma khusus ini terdiri dari tiga asas(pilar), yaitu:
— (1) kepemilikan (al-milkiyah) sesuai syariah,
— (2) pemanfaatankepemilikan (tasharruf fi al-milkiyah) sesuai syariah, dan
— (3) distribusi kekayaankepada masyarakat (tauzi’ al-tsarwah baina al-nas), Melalui mekanisme syariah.
Paradigma sistem ekonomi islam sngat berbeda dan bertentangn dengan paadigma sistem ekonomi kapitalis yaitu sekuralisme ( pemisahaan agama dari kehidupan ) sedangkan Aqidah Islamiyahsebagai paradigma umum ekonomi Islam menerangkan bahwa Islam adalah agamadan sekaligus ideologi sempurna yang mengatur segala asek kehidupan tanpa kecuali,termasuk aspek ekonomi.
Dasar-Dasar Sistem Ekonomi Islam
Sistem Ekonomi menurut pandangan Islam mencakup pembahasan tentang tata cara perolehan harta kekayaan dan pemanfaatannya baik untuk kegiatan konsumsi maupun distribusi. Sebagaimana dikutip oleh Muhammad (2007:12-13), menurut an-Nabhany (1990) asas yang dipergunakan untuk membangun sistem ekonomi dalam pandangan Islam berdiri dari tiga pilar (fundamental) yakni
bagaimana harta diperoleh yakni menyangkut kepemilikan (al-milkiyah), lalu bagaimana pengelolaan kepemilikan harta (tasharruf fil milkiyah), serta bagaimana distribusi kekayaan di tengah masyarakat (tauzi’ul tsarwah bayna an-naas).
Pilar Pertama : Pandangan Tentang Kepemilikan (AI-Milkiyyah)
Dalam pandangan Islam kepemilikan (property) dibedakan menjadi tiga kelompok, yaitu (1). Kepemilikan individu (private property);
(2) kepemilikan umum (collective property); dan
(3) kepemilikan negara (state property) (Sami, 1990: 28)
1) Kepemilikan Individu (private property)
Kepemilikan individu adalah ketetapan hukum syara’ yang berlaku bagi zat ataupun manfaat (jasa) tertentu, yang memungkinkan siapa saja yang mendapatkannya untuk memanfaatkan barang tersebut. An-Nabhaniy (1990) mengemukakan sebab-sebab kepemilikan yang terbatas pada lima hal, yakni bekerja, warisan, kebutuhan akan harta untuk menyambung hidup, harta pemberian negara yang diberikan kepada rakyat, harta-harta yang diperoleh dengan tanpa mengeluarkan harta atau tenaga apapun.
2). Kepemilikan Umum (collective property)
Kepemilikan umum adalah izin as-Syari’ kepada suatu komunitas untuk sama-sama memanfaatkan benda. Berkaitan dengan pemilikan umum ini, hukum Islam melarang benda tersebut dikuasai hanya oleh seseorang akan sekelompok kecil orang. Dan pengertian di atas maka benda-benda yang termasuk dalam kepemilikan umum dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok :
a. Benda-benda yang merupakan fasilitas umum,
dimana kalau tidak ada di dalam suatu negeri atau suatu komunitas, maka akan menyebabkan kesulitan dan orang akan berpencar-pencar dalam mencarinya
b. Bahan tambang yang jumlahnya sangat besar
Bahan tambang dapat dikiasifikasikan menjadi dua, yaitu bahan tambang yang sedikit (terbatas) jumlahnya, yang tidak termasuk berjumlah besar menurut ukuran individu, serta bahan tambang yang sangat banyak (hampir tidak terbatas) jumlahnya. Barang tambang yang sedikit (terbatas) jumlahnya termasuk milik pribadi, serta boleh dimiliki secara pribadi, dan terhadap bahan tambang tersebut diberlakukan hukum rikaz (barang temuan), yang darinya harus dikeluarkan khumus, yakni 1/5 bagiannya (20%).
c. Benda-benda yang sifat pembentukannya menghalangi untuk dimiliki hanya oleh individu secara perorangan.Yang juga dapat dikategorikan sebagai kepemilikan umum adalah benda-benda yang sifat pembentukannya mencegah hanya dimiliki oleh pribadi.
3). Kepemilikan Negara (state property)
Harta-harta yang termasuk milik negara adalah harta yang merupakan hak seluruh kaum muslimin yang pengelolaannya menjadi wewenang negara untuk memberikan kepada sebagian warga negara, sesuai dengan kebijakannya. (Solahudin, 2001:32)
Pilar Kedua : Pengelolaan Kepemilikan (at-tasharruf fi al milkiyah)
Harta dalam pandangan Islam pada hakikatnya adalah milik Allah SWT. kemudian Allah telah menyerahkannya kepada manusia untuk menguasi harta tersebut melalui izin-Nya sehingga orang tersebut sah memiliki harta tersebut. Setiap muslim yang telah secara sah memiliki harta tertentu maka ia berhak memanfaatkan dan mengembangkan hartanya (Siddiqi,1985 &Naqvi, 1981). Hanya saja dalam memanfaatkan dan mengembangkan harta yang telah dimilikinya tersebut ia tetap wajib terikat dengan ketentuan-ketentuan hukum Islam yang berkaitan dengan pemanfaatan dan pengembangan harta. Dan hendaknya harta tersebut tidak dimanfaatkan untuk sesuatu yang terlarang seperti untuk membeli barang-barang yang haram seperti minuman keras, babi.
Pengelolaan kepemilikan yang berhubungan dengan kepemilikan umum (collective property) itu adalah hak negara, karena negara adalah wakil ummat. Adapun mengelola kepemilikan yang berhubungan dengan kepemilikan negara (state property) dan kepemilikan individu (private property) telah jelas dalam hukum-hukum baitul mal serta hukum-hukum muamalah, seperti jual-beli, penggadaian dan sebagainya.
Pilar Ketiga : Distribusi Kekayaan di Tengah-tengah Manusia
Karena distribusi kekayaan termasuk masalah yang sangat penting, maka Islam memberikan juga berbagai ketentuan yang berkaitan dengan hal ini. Mekanisme distribusi kekayaan kepada individu, dilakukan dengan mengikuti ketentuan sebab-sebab kepemilikan serta transaksi-transaksi yang wajar (Sholahudin, 2001: 32-33).
Secara umum mekanisme yang ditempuh oleh sistem ekonomi Islam dikelompokkan menjadi dua, yaknimekanisme ekonomi dan mekanisme non-ekonomi. Mekanisme ekonomi yang ditempuh sistem ekonomi Islam dalam rangka mewujudkan distribusi kekayaan diantara manusia yang seadil-adilnya dengan sejumlah cara, yakni :
1. Membuka kesempatan seluas-luasnya bagi berlangsungnya sebab-sebab kepemilikan dalam kepemilikan individu.
2. Memberikan kesempatan seluas-luasnya bagi berlangsungnya pengembangan kepemilikan (tanmiyah al-milkiyah) melalui kegiatan investasi.
3. Larangan menimbun harta benda walaupun telah dikeluarkan zakatnya. Harta yang ditimbun tidak akan berfungsi ekonomi. Pada gilirannya akan menghambat distribusi karena tidak terjadi perputaran harta.
4. Mengatasi peredaran kekayaan di satu daerah tertentu saja dengan menggalakkan berbagai kegiatan syirkah dan mendorong pusat-pusat pertumbuhan.
5. Larangan kegiatan monopoli, serta berbagai penipuan yang dapat mendistorsi pasar.
6. Larangan judi, riba, korupsi, pemberian suap dan hadiah kepada penguasa.
7. Pemanfaatan secara optimal hasil dari barang-barang (SDA) milik umum (al- milkiyah al-amah) yang dikelola negara seperti hasil hutan, barang tambang, minyak, listrik, air dan sebagainya demi kesejahteraan rakyat.
Pendistribusian harta dengan mekanisme non-ekonomi tersebut adalah :
1. Pemberian harta negara kepada warga negara yang dinilai memerlukan.
2. Pemberian harta zakat yang dibayarkan oleh muzakki kepada para mustahik.
3. Pemberian infaq, sedekah, wakaf, hibah dan hadiah dari orang yang mampu
4. Pembagian harta waris kepada ahli waris dan lain-lain.
Prinsip dan Tujuan Utama Sistem Ekonomi Islam.
Dalam sistem ekonomi Islam terdapat beberapa prinsip, diantaranya adalah:
1. Hak milik peribadi, Islam memperakui pemilikan hak perseorangan dan menempatkan hak ini ditempat yang paling sesuai dengan fitrah manusia. Islam melihat bahawa manusia adalah makhluk yang memiliki dorongan dorongan memiliki dan menyukai harta benda.
2. Kebebasan mencari sumber pendapatan,Islam memberikan kepada setiap orang hak dan kebebasan dalam menentukan corak kehidupannya. la bebas memilih kerja kerja yang ia minati asalkan tidak bertentangan dengan syari’at Islam.
3. Ke’adilan sosial; kegiatan ekonomi adalah sebahagian daripada ruang lingkup Islam yang syumul.
4. Hak pewarisan; di antara prinsip yang ditetapkan oleh Islam dalam memperolehi hak milik ialah melalui hak pewarisan. Hak pewarisan berdasarkan kepada fitrah manusia, keadilan dan penghormatan terhadap kehendak dan cita cita pemilik. Islam memandang bahwa hak pewarisan adalah salah satu alat yang utama bagi mencapai ke’adilan sosial di dalam masyarakat.
Adapun tujuan-tujuan ekonomi menurut Islam adalah
1. Menunaikan sebahagian daripada tuntutan ibadah
2. Menegakkan keadilan sosial dan ekonomi dalam masyarakat
Sistem ekonomi yang berteraskan kepada kerjasama dan kesaksamaan akan mewujudkan rasa kasih sayang, sifat tanggungjawab dan tolong menolong di antara satu sama lain.
3. Menghapuskan kemiskinan dan keadaan guna tenaga penuh serta kadar perkembangan ekonomi yang optimum.
Di dalam Islam kegiatan ekonomi adalah satu ibadah dan ia merupakan amanah Allah kepada orang orang yang beriman. Kegiatan ekonomi mempunyai kesan terhadap kerohanian dan keimanan kaum muslimin. Maka tujuan ekonomi di dalam Islam ialah, pertama; untuk menghapuskan ataupun mengatasi masalah kemiskinan, kedua; mewujudkan peluang pekerjaan yang penuh, dan ketiganya; mengekalkan kadar pertumbuhan yang optimum dan sesuai menurut perkembangan kebendaan dan kerohanian masyarakat.
4. Mewujudkan kestabilan barangan sejajar dengan nilai mata uang
Sistem ekonomi mewujudkan kestabilan pasaran melalui sikap setup anggota masyarakat yang tidak mementingkan diri sendiri serta sentiasa bersedia membantu dan berkorban demi kepentingan anggota anggota masyarakat yang lain.
5. Mengekalkan keamanan dan kepatuhan terhadap undang-undang
Asas asas ekonomi Islam bersandarkan kepada tuntutan tuntutan iman dan akhlak serta sedikit kuatkuasa undang undang. Namun dalam pengertian sistem akhlak Islam yang sebenar, tuntutan tuntutan akhlak ini tidak dapat dilaksanakan secara teguh tanpa bernaung di bawah satu sisten yang mempunyai kewibawaan untuk menegakkan undang undang.
6. Mewujud keharmonian hubungan antarabangsa dan memastikan kekuatan pertahanan negara. Menurut Islam keharmonian hubungan antarabangsa wujud di atas dasar kerjasama sosial dan ekonomi dan bukan di atas penindasan terhadap keduanya.
Adapun ciri-ciri utama ekonomi Islam adalah sistem ekonomi Islam berdasarkan pada sistem Islam yang menyeluruh dan mewujudkan keseimbangan di antara kepentingan individu dengan kepentingan masyarakat.
Metodologi Ekonomi Islam
Pencapaian ekonomi Islam sebagaimana disinggung di atas adalah terwujudnya kemenangan dalam pemenuhan kebutuhan hidup dunia akhirat. Persoalan pertama yang muncul adalah bagaimana cara mencapainya yang lebih dikenal dengan metodologi yang digunakan dalam pencapaiannya, yaitu Islam yang didasarkan pada al Quran dan Sunah Nabi, dapat dijadikan dari kedua sumber ini pengetahuan dan kemampuan dalam pengambilan keputusan ekonomi. Ada beberapa bahasan tentang bab ini yakni, tentang rasionalitas Islam, kedudukan dan peran etika dan syariah Islam dalam ekonomi.
1. Konsep rasionalitas Islam. Dalam pembahasan ekonomi selalu dilandaskan pada asumsi mengenai perilaku ekonominya, maka dalam pengambilan keputusan diasumsikan adanya perilaku berpikir, bertindak dan bersikap secara rasional (P3EI, 2008:27).
Terminologi rasionalitas dibangun atas kaidah-kaidah logika yang dapat diterima akal secara universal dan tidak dilakukan pengujian untuk membutikannya sebagai aksioma. Weber menyebutkan bahwa rasionalitas merupakan konsepsi kultural yang bersifat unik sesuai dengan kondisi dan situasi yang melingkupinya. Rasionalitas Islam kiranya dapat dijabarkan secara terinci sebagai berikut :
1. Setiap perilaku ekonomi adalah diarahkan pada pencapaian maslahah. Beberapa ketentuan kaidahnya adalah bahwa Maslahah yang lebih besar lebih disenangi daripda yang lebih kecil. Lalu maslahah kiranya dapat diikhtiarkan secara jangka panjang dan berkesinambungan.
2. Setiap pelaku ekonomi selalu berusaha untuk tidak melakukan kemubaziran (non-wasting)
3. Setiap pelaku ekonomi selalau berusaha untuk tidak meminimumkan resiko (risk aversion). Resiko merupakan bagian yang tidak menyenangkan dan dapat menyebabkan penurunan maslahah yang diterima. Ada beberapa bahasan tentang aksioma resiko, yaitu resiko yang bernilai, resiko yang tidak bernilai
4. Setiap pelaku ekonomi dihadapkan pada situasi ketidakpastian
5. Setiap pelaku berusaha melengkapi informasi dalam upaya meminumkan resiko
Dalam ajaran Isam terdapat beberapa nilai aksioma universal yang diajarkan, yaitu adanya kehidupan setelah mati, kehidupan akhirat sebagai akhir atas segala kehidupan dan sumber informasi yang sempuran adalah kitab suci Quran dan Sunah.
Aksioma-aksioma ini menjadi penting bagi pelaku yang memiliki rasionalitas Islam dalam jangka waktu yang tak terbatas. Dalam basis ajaran Islam, maka berdasar pada aksioma quasi concavity bahwa pelaku ekonomi pasti akan melakukan harmonisasi maslahah di dunia dan akhirat dengan cara mengorbankan kenikmatan di dunia ini demi kenikmatan di akhirat.
1. Etika, rasionalitas dan hubungannnya dengan syariah, fiqh dan ekonomi Islam.
Aspek moral merupakan standar perilaku yang dapat diterima oleh masyarakat. Hal yang dianggap rasional oleh paham konvensional dapat pula dianggap tidak rasional bagi Islam dan sebaliknya. Bagi paham relativisme (utilarianisme) sebagai contohnya adalah minuman keras merupakan tindakan rasional yang tidak mendatangkan kerugian masyoritas, tetapi minum-minuman keras bagi Islam dapat menjauhkan diri dari maslahah yang diterima baik secara agama, fisik maupun intelektual. Ekonomi Islam memberikan aturan bagi perilaku ekonomi berdasarkan rasional ekonomi, maka etika perilaku ekonomi didasarkan pada ajaran Islam tidak hanya kesepakatan sosial.
Adapun sikap rasional islami diperoleh karena adanya sumber yang berasal dari fakta empiris dan ayat Quran. Dalam hal ini syari`ah Islam berfungsi sebagai sumber informasi yang bersal dari Allah dan rasulnya, sedangkan fungsi yang lainnya adalah memberikan kontrol terdapat perilaku manusia dari tindakan rugi yang jauh dari kemenangan pencapaian tujuan hidup (falah). Beberapa kaidah pokok Fiqh tersebut adalah :
a) Pada dasarnya setiap muamalah adalah diperbolehkan kecuali terdapat larangannya terdapat daam al Quran dan Sunnah
b) Hanya Allah yang mempunyai kuasa menghalalkan dan mengharamkan sesuatu.
c) Sesuatu yang najis dan merusak adalah haram
d) Sesuatu yang menyebabkan pada haram juga dihukumi haram
e) Tujuan seseorang tidak padat mengubah yang haram menjadi halal.
f) Halal dan haram adalah berlaku bagi siapapun muslim yang berakal, merdeka
g) Keharusan adanya skala prioritas dalam pengambilan keputusan
1. Menghindari kerusakan yang lebih didahulukan dari mencari kebaikan
2. Kepentingan sosial dan luas diutamakan daripada kepentingan individu yang sempit
3. Manfaat yang kecil dapat dikorbankan untuk kemanfaatan yang lebih besa
4. Bahaya yang kecil dapat dikorbankan untuk menghidari bahaya yang lebih besar.
5. Kaidah-kaidah tersebut di atas dapat dijadikan pedoman teori dan praktek ekonomi Islam (P3EI, 2008 :35).
Adapun yang menjadi kerangka teori dalam ekonomi Islam adalah adanya unsur kebenaran dan dan kebaikan. Dalam pandangan Islam kebenaran dan kebaikan ada yang mutlak dan ada yang relatif, kebenaran yang mutlak hanya berasal dari Allah; al Quran dan Sunnah sedangkan yang bersifat relatif bersumber dari fenomena alam semesta. Dari pembahasan di atas tampak bahwa Islam dengan aturan syariah maupun nilai etis dan ajaran moral yang ditetapkan telah memiliki landasan konsep yang jelas pada ranah ekonomi secara menyeluruh dan memadahi dalam upaya pencapaian tujuan, falah umat Islam. Persoalan yang muncul dalam hemat saya adalah bentuk reaktualisasi dari konsep dasar yang terkandung didalamnya cenderung masih lemah dan membutuhkan tahapan pelaksanaan lanjutan, yakni upaya harmonisasi dengan konsep ekonomi konvensinal lainnya sejauh bahwa konsepsi-konsepsi yang diakomodasi dari luar konsep Islam tersebut memiliki keselarsan nilai serta memberikan daya dukung yang positif.
Dengan pola yang komperhensif pada perpaduaan antara nilai-nilai agama ke dalam interaksi sosial-ekonomi, ekonomi Islam tampaknya jauh akan lebih akomodatif dalam merespon dinamika perkembangan masyarakat. Dengan demikian darapannya adalah landasan etis dan komprehensifnya aturan yang tertuang di dalam ekonomi Islam ini akan mampu menjadi jembatan atas perseteruan sistem ekonomi lain yang sementara lalu diagung-agungkan sebagai sebuah sistem ekonomi yang mapan dan final.
Simpulan
Sistem ekonomi Islam memiliki dasar asas yakni kepemilikan (al-Milkiyah), pengelolahan kepemilikan dan distribusi kepemilikan ditengah kehidupan manusia. Dari uraian landasan-landasan nilai yang melingkupinya, sistem ekonomi Islam hadir sebagai tawaran alternatif atas kebuntuhan sitem ekonomi dominan atas permasalahan ekonomi dewasa ini. Sistem Ekonomi Islam yang terjelaskan di atas sangat diilhami dan diselimuti dengan landasan nilai etis dan tampaknya menjadi penting sebagai aturan perilaku ekonomi yang semakin mengarah pada dehumanisasi, eksploitasi dan ketidakadilan serta ketimpangan sosial yang menjadi realitas sosial kehidupan manusia dalam bingkai sistem ekonomi kapitalistik.
Gerakan yang komperhensif yang mensinergikan antara nilai material-duniawi dengan nilai spiritual-ukhrowi dalam interaksi sosial-ekonomi hemat saya adalah identitas nilai etis yang mendasari ekonomi Islam yang tidak sekedar positivistik sebagaimana konsep dasar yang menjiwai sistem ekonomi dominan ”konvensional” lainnya dewasa in
0 komentar:
Post a Comment