Hasil Telusur
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..................................................................................... i
DAFTAR ISI................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................... 1
A. Latar Belakang........................................................................................ 1
B. Rumusan Msalah..................................................................................... 2
C. Tujuan Penelitian..................................................................................... 3
BAB II PEMBAHASAN................................................................................ 3
A. Pengertian Hadist Shahih........................................................................ 3
B. Kriteria Hadist Shahih............................................................................ 7
C. Perbedaan Kriteria Hadist dalam Kitab Shahih Bukhari dan Shahih
Muslim.................................................................................................... 6
D. Macam-macam Hadist shahih…………………………...……………...7
E. Kehujjahan Hadist Shahih………………………………...…………….8
F. Kitab-kitab yang Memuat Hadist Shahih.............................................. .8
BAB III PENUTUP…………………………………………………………...10
A. Kesimpulan............................................................................................. 10
B. Saran....................................................................................................... 10
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 11
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT, yang telah mencurahkan segala rahmat, hidayat serta maunahnya sehingga penulis mampu menyelesaikan tugas pembuatan makalah untuk memenuhi mata kuliyah Studi Hadis. Solawat beriring salam semoga tetap tercurah limpahkan kepada nabi Muhammab SAW, karenanya telah membawa cahayailahiyah untuk menerangi jalan manusia yang fana dengan agama Islam.
Sebagai manusia yang tak luput dari kesalah dan lupa, maka tentulah dalam penulisan makalah ini sangat besar kemungkinan terdapat kekurangan baik dari segi penulisan ataupun isi dan sebagainya, oleh karena itulah maka penulis sangat mengharapkan kritik serta saran yang membangun dari para pembaca guna perbaikan untuk selanjutnya.
Demikian yang dapat penulis sampaikan sebagai kata pengantar, penulis sangat berharap semoga isi makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua, dan dapat memperkaya keilmuan kita dalam Studi Hadis. Atas semuanya penulis mengucapkan terimakasih yang tiada terbatas, bagi semua pihak yang telah membantu dalam terselesainya penulisan ini, Jazakumullah Khairal Jaza'.
Pamekasan, 04 Juni 2015
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hadis merupakan pedoman kedua setelah al-Qur'an dan menjadi rujukan dari seluruh umat muslim di dunia, karena hadis menjadi penyelesaian masalah yang ada pada umat Islam. Tapi faktanya tidak semua hadis dapat dijadikan hujjah, karena hadis memiliki tingkatan atau level yang bisa dibedakan dari beberapa hal. Baik dari segistrukturalnya,pembagian hadis dan lain sebagainya
Setelah al-Qur'an, hadis juga diyakini oleh umat islam sebagai rujukan yang mampu memjawab berbagai persoalan kehidupan damanapun dan kapanpun. Dari zaman dahulu hingga saat ini banyak yang menjadikan hadis sebagai rujukan mulai dari sahabat-sahabat nabi, tabi'in, dan lain sebagainya. Sebelum dibukukannya, terjadi banyak pemalsuan hadis dengan latar belakang dan motivai yang berbeda. Maka untuk menyelamatkan kemurnian hadis dari hal yang buruk dan menyesatkan, ulama' bekerja keras mengembangkan berbagai pengetahuan, menciptakan berbagai kaidah, menyusun sebaga istilah dan memuat berbagai metode penelitian sanad dan matan hadis. dari segi kualitas rawi maka hadis juga dibedakan, hadis Shahih, hadis Hasan, hadis, Dhaif. Dalam makalah ini kita akan spesifikan pada hadis Shahih.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian hadis shahih dan kriterianya?
2. Apa saja macam-macam hadis shahih?
3. Bagaimana kehujjahan hadis shahih?
4. Apa saja kitab-kitab yang memuat hadis shahih?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui pengertian hadis shahih dan kriterianya?
2. Untuk mengetahui macam-macam hadis shahih?
3. Untuk mengetahui kehujjahan hadis shahih?
4. Untuk mengetahui kitab-kitab yang memuat hadis shahih?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Hadis Shahih
Secara bahasa pengertian hadis shahih lawan kata dari "Saqim", artinya sehat lawan kata dari sakit, Haq lawan dari batil.[1] Sedangkan menurut ahli hadis, hadis shahih adalah hadis yang sanadnya bersambung, dikutip oleh orang yang adil lagi cermat dari orang yang sama, sampai berahir pada Rasulullah SAW. Yang tidak (Syaz) konroversial dan juga terkena 'illat yang menyebabkan cacat dalam penerimaannya.[2]
B. Kriteria Hadis Shahih
Ada beberapa kriteria dalam hadis shahih yaitu:
1. Sanadnya bersambung (Ittishāl al-sanad)
Yaitu tiap-tiap periwayat dalam sanad hadis menerima riwayat hadis dari periwayat sebelumnya. Dan hal tersebut terus berlangsung hingga sampai pada akhir sanad hadis tersebut. Perambungan sanad tersebut terjadi mulai MukharrijHadis (penghimpun riwayat dalam kitabnya) sampai pada periwayat pertama dari para sahabat yang menerima hadis yang bersangkutan dari nabi. Dengan kata lain sanad hadit bersambung sejak sanad pertama ampai pada sanad terahir.
Pada ulama' hadis sanad yang bersambung dinamai dengan sebutan haditMusnad sedangkan Musnad ada yang Mutthasil bersambung dan ada pulaMusnad yang Munqathi'. Sedangkan hadis yang disandarkan kepada nabi disebut dengan hadis marfu'. Oleh karenanya hadis musnad pasti Marfu' dan berambung pada sanadnya. Sedangkan hadis Marfu' belum tentu hadis Musnad. Hadit Marfu' dapat dikatakan hadis Musnad apabila rangkaian hadisnya bersambung dan tidak terputus mulai dari awal hingga akhir.
2. Periwayatnya berifat 'Ȃdil
Dalam hal ini ulama' memiliki perbedaan tentang kriteria-kriteria periwayat yang 'ādil. Al- Hakim dan al-Nawawi berpendapat bahwa seseorang dapat dikatakan 'ādil apabila beragama islam, baligh, berakal, dan memeliharaMarū'ah serta tidak berbuat fasik. Sementara itu Ibn Hajar al-Asqalani menyatakan bahwa sifat ādil akan dimiliki seorang periwayat hadis yang bertaqwa, memelihara Marū'ah, tidak berbuat dosa besar semisal syirik, tidak berbuat bid'ah dan tidak berbuat fasik.
Untuk mengetahui 'ādil tidaknya periwayat hadis, para ulama' hadis telah menetapkan beberapa cara yaitu: pertama melalui popularita keutamaan periwayat dikalangan ulama' hadis. Kedua, penilaian dari kritikus periwayat hadis penilain ini berisi tentang kelebihan dan kekurangan yang ada pada diri periwayat hadis. Ketiga, ialah penerapan kaidah al-Jarh wa al-Ta'dīl. Cara ini dilakukan apabila para kritikus periwayat hadis tidak sepakat tentang kualitas pribadi periwayat tertentu. Dari tiga cara tersebut maka sangat di anjurkan untuk berurutan mulai dari yang pertama hingga seterusnya. Sedangkan penggunaan kaidah al-Jarh wa al-Ta'dil baru digunakan bila ternyata terjadi perbedaan pendapat dikalangan kritikus periwayat tentang kualitas seorang perawi.
3. Periwayat bersifat Dhābith
Bagi hadis shahih, maka periwayatannya akan berstatus dhābith, dhābithdapat diartikan dengan kuat hafalannya. kuat hafalan memang sangat penting bagi periwayatan hadis shahih dan hadit shahih sesungguhnya sangat erat hubungannya dengan keadilan. Karena orang yang mampu berbuat adil berarti ia jujur, amanah, objektif maka informasinya akan dipercaya. Akan tetapi sebaliknya walaupun ia memiliki intelektual yang tinggi dan memiliki ketajaman dalam hafalan tapi ia merupakan orang yang tidak jujur, pendusta dan suka menipu maka tidak akan ada orang yang mempercayainya. Maka dari itu ulama' hadis keadilan dan ke-dabith-an periwayat hadis kemudian di jadikan satu dengan istilah tsiqah, jadi periwayat yang adil dan dhabith.
Dikalangan ulama' pengertian dabith dinyatakan dengan redaksi beragam. Ibn Hajar al-Sakhawi menyatakan bahwa orang yang disebut dhabith adalah orang yang kuat hafalannya tentang apa yang telah didengar dan juga ia mampu menyampaikan hafalan itu kapan saja ia kehendaki. Berikut ini untuk mengetahui ke-dhabith-an periwayat hadis menurut beberapa pendapat ulama' sebagai berikut:
a. Ke-dhabit-an periwayat dapat diketahui berdasarkan kesaksian ulama
b. Ke-dhabith-an periwayat dapat diketahui juga berdasarkan kesesuaian riwayatnya dengan riwayat yang disampaikan oleh periwayat lain yang telah dikenal ke-dhabith-annya, baik kesesuaian itu sampai tingkat makna maupun sampai tingkat harfiah.
c. Periwayat yang sesekali mengalami kekeliruan, tetap dinyatakan dhabith asalkan kesalahannya itu tidak sering terjadi. Jika ia sering mengalami kekeliruan dalam riwayat hadis, maka tidak disebut dhabith.
4. Terhindar dari Syādz (kejanggalan)
Secara bahasa, Syādz merupakan isim fā'il dari Syādzdza yang berarti menyendiri (infarada). Sedangkan ulama' hadis, Syādz adalah hadis yang diriwayatkan oleh periwayat tsiqah dan bertentangan dengan periwayat oleh periwayat yang lebih tsiqah, menurut ulama' hadis akan dikatakan Syādzapabila:
a. Hadis itu memiliki lebih dari satu sanad
b. Para periwayat hadis itu seluruhnya tsiqah
c. Matan atau sanad mengandung pertentangan
5. Terhindar dari 'Illat
Apabila dalam suatu hadiat tampak shahih akan tetapi ternyata didalamnya terdapat cacat yang tak telihat atau tersembunyi maka hadis itu akan dikatakan mu'allal yaitu hadis yang mengandung 'Illat secara bahasa berarti cacat, kesalahan baca, penyakit atau keburukan. Sedangkan menurut istilah ahli hdist, Illat berarti sebab yang tersembunyi yang dapat merusak keshahihan hadis.[3]
C. Perbedaan Kriteria Hadis dalam Kitab Sahhih Bukhari dan Shahih Muslim
Ada beberapa perbedaan antara shahih bukhari dan shahih muslim, akan tetapi perbedaan tersebut sangatlah ringan dan lebih banyak mengenai sistematika dari pada yang menyangkut tema atau isi. Hal ini dikarenakan kriteria yang perbandingan kelompok ini berbeda. Jumhur muhaddisinmengunggulkan shahih bukhari karena melihat kriteria yang sangat prinsipil menurut muhaddisin, yaitu kesempurnaan ke-shahihan-nya. Ini suatu kenyataan, karena sanad-sanad al-bukhari lebih dapat dipastikan kebersambungannya dan para rawinya lebih dapat di andalkan dari pada rawi dalam shahih muslim.
Adapun pendapat ulama yang mengunggulkan shahih muslim bertolak pada metode penulisan yang dipakainya serta keistimewaan-keistimewaan yang terdapat padanya, sebagaimana pendapat ulama mengatakan bahwa imam muslim menuliskan hadis-haditsnya pada berbagai sumber dimasa kehidupan gurunya di negerinya sendiri sehingga ia sangatlah berhati-hati dalam menyusun kata-kata redaksinya. Ia tidak membuat kesimpulan hukum untuk memberi judul bab sebagaiman yang diakukan al-bukhari yang mengakibatkan harus memotong-motong hadis dalam berbagai bab.
Akan tetapi penilaian ini adalah penilaian yang global tentang kelebihan salah satu dari dua ulama' hadits tersebut. Bukan berarti bahwa seluruh hadis dalam shahih bukhari lebih shahih dari pada hadis-hadis yang terdapat dala shahih muslim, melainkan banyak sekali yang ditemukan dalam shahih muslim yang lebih shahih dari pada hadis dalam bukhari. Akan tetapi secara umum keshahihan bukhari itu lebih tinggi dari pada ke shahih-an hadis dalam shahih muslim.[4]
D. Macam-Macam Hadis Shahih
Hadis shahih terbagi pada dua macam yaitu: shahih li-dzatih danshahih li-ghairih. Yaitu hadis yang memenuhi kriteria-kriteria hadis shahih. Akan tetapi apabila ke-dhabith-an seorang rawi yang kurang sempurna, menjadikan hadis shahih li-dzatuh turun nilainya menjadi hadis hasan li-dzatih. Akan tetapi jika kurang sempurna rawi tentang ke-dhabit-annya itu dapat ditutup, misalnya hadis hasan li-dhatih tersebut mempunyai sanad lain yang lebih dhabith, maka naiklah derajat hasan menjadi hadis shahih li-ghairih.[5]
Sedangkan hadis shahih li-ghairih adalah hadis yang ke-shahih-annya dibantu oleh adanya hadis lain. Pada mulanya katagori ini memiliki kelemahan berupa perawi yang kurang dhabith dan hal ini dimulai kurang memenuhi syarat untuk menjadi hadis shahih. Berikut ini adalah contoh hadis shahih li- ghairih:
Contoh: hadis shahih li-dhatih adalah hadis yang diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari, dari jalur al-A'raj, dari Abu Hurairah r.a, sesungguhnya Rasul bersabda:
لو لا لاان اشق على امتى لامرتهم بااسواك عند كل صلاة
"seandainya aku tidak khawatir memberatkan ummatku, pasti aku memerintahkan agar mereka bersiwak setiap kali hendak mengerjakan shalat"[6]
Contoh: hadis shahih li-ghairih, ialah hadis al-Bukhari dari Ubay bin al-Abbas bin Sahal dari ayahnya ('Abbas) dari neneknya (Sahal) katanya:
كن النبي صلى الله عليه وسلم في حائتنا فرس يقال له اللحيف
"konon Rasulullah mempunyai seekor kuda, ditaruh dikandang kami diberi nama al-Luhaif"
Ubay bin Abbas oleh Ahmad, Ibnu Ma'in dan an-Nasa'I dianggap rawi yang kurang kuat hafalnnya. Oleh karena itu, hadis tersebut mempunyai derajat hasan li-dhatih. Tetapi oleh karena hadis Ubay tersebut mempunyai muthabi'yang diriwayatkan oleh 'Abdul Muhaimin, maka naiklah derajatnya dari li-dzatihmenjadi shahih li-Ghairih.
E. Kehujjahan hadis shahih
Dalam kehujjahan hadis shahih para ulama memilki paerbedaan pendapat yaitu sebagai berikut:
1. Sebagian ulama' memandang bahwa hadis shahih tidak berstatus qath'Isehingga tidak dapat dijadikan hujjah untuk menetapkan persoalan akidah.
2. Sebagian ulama hadis, sebagaimana dinyatakan al-Nawawi, berpendapat bahwa hadis-hadis shahih riwayat al-Bukhari dan Muslim barstatus qath'i.
3. Sebagian ualam' seperti Ibn Huzm, memandang bahwa semua hadis shahihberstatus qath'i tanapa dibedakan apakah hadis tersebut dari al-Bukhari dan Muslim atau yang lainnya. Menurutnya tidak ada alasan yang cukup untuk membedakan hal ini berdasarkan siapa yang meriwayatkan. Ia berpendapat bahwa semua hadis jika syaratnya terpenuhi, maka juga dapat dijadikan hujjah.[7]
F. Kitab-kitab yang memuat hadis shahih
Adapun kitab yang memuat hadis shahih ialah:
1. Shahih Bukhari
2. Shahih Muslim
3. Mustadrak al-Hakim
4. Shahih Ibn Hibban
5. Shahih Ibn Khuzaimah[8]
Adapun yang sebagian kitab memuat hadis shahih, hasan dan dha'if ialah:
1. Sunan Abu Dāwud
2. Sunan al-Nasa'i
3. Sunan Ibn Majah
BAB III
PENUTUP
A. Kesimplan
Secara bahasa pengertian hadis shahih lawan kata dari " saqim", artinya sehat lawan dari kata sakit, Haq lawan dari batil. Berdasarkan kualitas rawinya hadis dibagi menjadi hadis shahih, hadis hasan, hadis dhaif. para ulama juga membagi hadis shahih menjadi dua macam pertama, hadis shahih li-dhatih yaitu hadis yang memenuhi criteria-kriteria hadis shahih yaitu: perawinya adil dandhabith, terlepas dari Syādz, tidak terdapat 'illat. Kedua, hadis shahih li-ghairih. Adalah hadis yang kesahihannya dibantu oleh adanya hadis lain.
Dalam kehujjahannya ulama berbeda pendapat sebagian ulama' memandang bahwa hadis shahih tidak berstatus qath'i sehingga tidak dapat dijadikan hujjah untuk menetapkan persoalan akidah. Sebagian ulama' hadis, sebagaimana dinyatakan al-Nawawi, berpendapat bahwa semua hadis shahihdari Bukhari dan Muslim berstatus qath'i. sebagian ulama' seperti Ibn Huzm, memandang bahwa semua hadis shahih berstatus qath'i tanpa dibedakan apakah hadis tersebut berasal dari Bukhari dan Muslim atau yang lainnya. Menurutnya tidak ada alasan yang cukup untuk membedakan hal ini berdasarkan siapa yang meriwayatkan. Ia berpendapat bahwa semua hadis jika syaratnya terpenuhi maka dapat dijadikan hujjah
B. Saran
Demikian seluruh makalah yang dapat penulis susun, semoga dapat bermanfaat bagi kita semua khususnya bagi penulis. Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini sangatlah jauh dari sempurna oleh maka dari itu penulis berharap adanya kritik dan saran yang membangun untuk perbaikan yang lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Mas'udi, Hafidz Hasan, TT, Ilmu Musthalah Hadis. Surabaya: al-Hidayah
Idri, 2013, Studi al-Hadis. Jakarta: Kencana Predana Media Group.
Khairuman, Badri, 2010, Ulumul Hadis. Bandung: Pustaka Setia
Nuruddin, 2014, Manhaj an-Naqd Fii 'Ulum al-Hadis. Trjm. Bandung: PT. Remaja Rosda karya
Rahman, fahrur, 1991, Ikhtisar Musthalahul Hadis. Bandung: PT. al-Ma'arif
Solahuddin, M. Agus, dk, 2009, Ulumul Hadis. Bandung: Pustaka Setia.
[1] Badri khaeruman, Ulumul Hadis, (Bandung: Pustaka Setia, 2010), 119.
[2] M.Agus Solahuddin, dk, Ulumul Hadist, (Bandung: Pustaka Setia, 2009), 141.
[3] Idri, Studi Hadis, (Jakarta: Kcana Predana Media Group, 2013), 160-169
[4] Nuruddin, Manhaj an-Naqd Fii ‘Ulum al-Hadis, trjm, (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2014), 258-259
[5] Fahrur Rahman, Ikhtisar Musthalahul Hadist, (Bandung : PT. al-Ma’arif, 1991), 101
[6] Hafidh Hasan al-Mas’udi, Ilmu Musthalahul Hadist, (Surabaya: al-Hidayah, TT), 14.
[7] Idri, Studi Hadis, 175
0 komentar:
Post a Comment