PENGERTIAN SYAHADATAIN "LA ILAHA ILLALLAH"
BAB I
PENDAHULUAN
I. LATAR BELAKANG
Untuk memahami Islam, kita perlu memasuki Islam itu sendiri. Dan untuk memasuki Islam itu kita harus mengetahui, dan mengikuti cara-cara registrasi yang dipakai dalam Islam.
Cara registrasi dalam Islam cukup mudah, yaitu dengan mengucapkan syahadatain. Mudah kan...
Yang menjadi persoalan sebenarnya adalah bagaimana kita mempertahankan keislaman kita sesudah bersyahadat itu, dan sangat banyak kita jumpai dewasa ini, orang yang sudah bersyahadat, tapi tidak menjalankan Islam dalam kehidupannya.
Juga sejauh mana kita mengetahui apa itu syahadatain, yang mudah dibaca, yang membuat kita mudah untuk masuk islam?
II. RUMUSAN MASALAH
1. Apa itu Syahadatain?
2. Apa kandungan yang terdapat dalam Syahadatain?
BAB II
PEMBAHASAN
I. PENGERTIAN “LA ILAHA ILLALLAH”
Makna huruf dalam susunan kalimat La Ilaha Illallah
- La àLa Nafiyata Liljinsi (huruf nafi yang menafikan segala macam jenis Ilah.
- Illaà Huruf istisna (pengecualian), berfungsi mengistbatkan kalimat yang manfi
Bentuk kalimat La Ilaha Illallah. dinamakan kalimat manfi (negatif), lawan dari kalimat mustbat (positif). Dalam kaidah bahasa Arab,“istbat”, sesudah “manfi” bermaksud “Alhashru”(membatasi), dan“Taukid”(menguatkan).
Kata “Ilah” mempunyai pengertian yang sangat luas, mencakup pengertian Rububiyah dan Mulkiyah, maka kata inilah yang dipilih Allah SWT untuk kalimat thayyibah, yaitu : La Ilaha Illallah yang bersifat komprehensif, mencakup pengertian :
a. La Khaliqa Illallah (Tidak ada Yang Maha Mencipta kecuali Allah).
b. La Raziqa Illallah (Tidak ada Yang Maha Memberi Rezeki kecuali Allah).
c. La Hafiza Illallah (Tidak ada Yang Maha Memelihara kecuali Allah).
d. La Mudabbira Illallah (Tidak ada Yang Maha Mengelola kecuali Allah).
e. La Malika Illallah (Tidak ada Yang Maha Memiliki, Merajai kecuali Allah).
f. La Waliya Illallah (Tidak ada Yang Maha Memimpin kecuali Allah).
g. La Hakima Illallah (Tidak ada Yang Maha Menentukan Aturan kecuali Allah).
h. La Ghayata Illallah (Tidak ada Yang Maha Menjadi Tujuan kecuali Allah).
i. La Ma’buda Illallah (Tidak ada Yang Maha Disembah kecuali Allah).
Berdasarkan hal ini dapat kita ketahui, kalimat tauhid mengandung pengertian “Sesungguhnya tiada Tuhan yang benar – benar berhak disebut Tuhan, selain Allah SWT semata”.[1]
Tafsiran Tauhid dan Syahadat menurut Al-Qur’an dan Sunnah :
- Firman Allah SWT dalam Surat Al-Isra’: 57,
“Orang-orang yang mereka seru itu, mereka sendiri mencari jalan kepada Tuhan mereka siapa diantara mereka yang lebih dekat (kepada Allah) dan mengharapkan rahmat-Nya dan takut akan azab-Nya; sesungguhnya azab Tuhanmu adalah suatu yang (harus) ditakuti.”( Al-Isra’: 57).[2]
Dapat diambil kesimpulan dari ayat di atas, bahwa tafsiran “tauhid” dan syahadat “La Ilaha Illallah”, yaitu: meninggalkan apa yang diamalkan kaum musyrikin seperti menyeru (memohon) kepada orang-orang shalih, dan meminta syafa’at mereka, karena ini merupakan perbuatan syirik besar.
- Dalam surat At-Taubah: 31 juga dijelaskan,
“Mereka menjadikan orang-orang alimnya, dan rahib-rahib mereka sebagai Tuhan selain Allah SWT, dan (juga mereka mempertuhankan) Al-Masih putera Maryam; padahal mereka hanya disuruh menyembah Tuhan Yang Maha Esa; Tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia. Maha suci Allah dari apa yang mereka persekutukan.”( At-Taubah: 31).[3]
Tafsiran Tauhid dan Syahadat menurut ayat ini : pemurnian keta’atan kepada Allah SWT, dengan menghalalkan apa yang dihalalkan Allah SWT dan mengharamkan apa yang diharamkan-Nya.
- Dalam surat Adz-Dzukhruf: 26-27,
“Dan ingatlah ketika Ibrahim berkata kepada anaknya dan kaumnya: sesungguhnya aku tidak bertanggung jawab terhadap apa yang kamu sembah. Tetapi (aku menyembah) Tuhan yang menjadikanku, karena sesungguhnya Dia akan member Taufiq kepadaku.”( Adz-Dzukhruf: 26-27) .[4]
Tafsiran tauhid dan syahadat menurut ayat ini : Tidaklah benar tauhid seorang hamba jika dia tidak menyatakan (baik dengan ucapan atau perbuatan) kebebasan dirinya dari perbuatan syirik.
- Dalam Hadits nabi yang diriwayatkan oleh Muslim,
“Barang siapa mengucap La Ilaha Illallah kemudian menolak segala sesembahan selain Allah SWT, (maka ketauhilah) bahwa Allah SWT telah mengharamkan harta dan darahnya, dan sesungguhnya hisab bagi orang itu ditangan Allah Yang Maha Agung, Lagi Maha Kuasa.”(H.R.Muslim)[5]
Makna yang terkandung dalam kalimat tauhid (Syahadatain), yaitu pemurnian keta’atan kepada Allah SWT, dengan menghalalkan apa yang dihalalkan Allah SWT dan mengharamkan apa yang diharamkan-Nya, menjalankan perintah Allah SWT, dan menjauhi larangan Allah SWT, menyatakan diri baik lisan maupun perbuatan akan kebebasan dari perbuatan syirik.
II. KANDUNGAN SYAHADATAIN
1. Hakikat Dan Dampak Dua Kalimat Syahadat
Iqrar La Ilaha Illallah tidak akan dapat diwujudkan secara benar tanpa mengikuti petunjuk yang disampaikan Rasululllah SAW. Karena itu Iqrar La Ilaha Illallah tidak dapat dipisahkan dari iqrarMuhammad Rasulullah. Dua iqrar inilah yang dikenal dengan Dua Kalimat Syahadat (Syahadatain).
Kata asyhadu secara etimologi berakar dari kata syahada, yang mempunyai tiga pengertian :
a. musyahadah(menyaksikan), terdapat dalam Al-Qur’an (Al-Muthaffifin:21)
“Yang disaksikan oleh malaikat-malaikat yang didekatkan (kepada Allah).” (Al-Muthaffifin:21)
b. syahadah (kesaksian), terdapat dalam Al-Qur’an(Al-Thalaq:2)
“…dan persaksikanlah dengan dua orang saksi yang adil diantara kamu.” Al-Qur’an(Al-Thalaq:2)
c. half (sumpah), terdapat dalam Al-Qur’an (Al-Munafiqun:1)
“Apabila orang-orang munafik datang kepadamu, mereka berkata:”Kami bersumpah bahwa sesungguhnya kamu benar-benar Rasul-Nya; dan Allah bersaksi bahwa sesungguhnya orang-orang munafik itu benar-benar pendusta.” (Al-Munafiqun:1)
Dari ketiga pengertian di atas terdapat relevansi yang kuat yaitu :“seseorang akan bersumpah, bila dia memberi kesaksian, dan dia akan memberikan kesaksian bila dia menyaksikan”.[6]
Inti dari Syahadatain yaitu; beribadah hanya kepada Allah SWT semata, dan menjadikan Rasulullah SAW sebagai titik uswatun hasanah. Hal ini terdapat dalam Al-qur’an (Al-Ahzab:21) :
“Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah itu suri teladan yang baik (uswatun hasanah) bagimu, yaitu bagi orang yang mengharap rahmat Allah dan kedatangan hari akhir dan dia banyak menyebut Allah.” (Al-Ahzab:21).
Jika setiap muslim memahami dan mengiqrarkan secara benar Syahadatain, InsyaAllah akan memberikan dampak yang besar, antara lain dapat diukur dari sikap yang dilahirkan (cinta) terhadap Allah SWT, dan Rasul-Nya. Hal ini terdapat dalam Al-qur’an (Al-Baqarah:165, dan At-Taubah:24).
“…Adapun orang-orang yang beriman amat sangat cintanya kepada Allah…” (Al-Baqarah:165)
“Katakanlah: Jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, istri-istri, keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatirkan kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintaidaripada Allah dan Rasul-Nya dan dari berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusannya.”. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang fasik.”(At-Taubah:24).
Berdasarkan ayat diatas, Abdullah Nasih ‘ulwan, membagi cinta (mahabbah) kepada tiga tingkatan :
a. Al-Mahabbatul Ula, mencintai Allah dan Rasul-Nya, dan jihad fi sabilillah
b. Al-Mahabbatul Wustha, mencintai segala sesuatu yang dibolehkan Allah dan Rasul-Nya dengan cara yang diizinkan-Nya, seperti cinta kepada anak-anak, ibu-bapak, suami-istri, harta, dan sebagainya.
c. Al-Mahabbatul Adna, mencintai anak-anak, ibu-bapak, suami-istri, harta, dan sebagainya melebihi cinta kepada Allah dan Rasul-Nya, dan jihad fi sabilillah
Contoh : mencintai seorang kakek yang mempunyai ilmu agama yang tinggi sewaktu beliau masih hidup (Al-Mahabbatul Wustha), akan tetapi sesudah sang kakek meninggal, pergi ke kuburnya untuk mengantarkan sesajen agar mendapat syafa’at dari si kakek (Al-Mahabbatul Adna).
Marilah kita kaum muslimin masuk Islam secara kaffah (total) dalam setiap lini kehidupan. Karena penghambaan kita secara kaffah akan melahirkan dampak-dampak dari penghambaan itu.
Sebagai dampak dari penghambaan / Syahadatain, terdapat tiga unsur pokok yang dimiliki manusia: hati, jasad, dan akal yang akan mendapatkan “shibghah”(celupan, identitas) Allah SWT.
Firman AllahSWT dalam Al-qur’an surat Al-Baqarah:138,
“Shibgah Allah. Dan siapakah yang lebih baik shibghahnya daripada Allah? Dan hanya kepada-Nyalah kami menyembah.”(Al-Baqarah:138).
Shibghah dari Allah ini akan melahirkan :
a. Dari hatinya lahirlah keyakinan yang benar, lalu akan melahirkan motivasi (niat) yang ikhlas.
b. Dari akalnya lahirlah pikiran-pikiran yang islami, melairkan system yang islami.
c. Dari jasadnya lahirlah amal shalih, sebagai tanfiz dari keinginan hati dan rancangan akal.
2. Yang Membatalkan Syahadatain
Banyak orang berpandangan bahwa apabila Syahadatain sudah ia iqrarkan, maka tidak ada perbuatan yang dapat membatalkan Syahadatain itu. Sebenarnya itu salah. Sa'id Hawwa dalam bukunya “Al-Islam”,[7] menyebut 20 diantaranya yang dapat membatalkan Syahadatain.
1. Bertawakkal bukan kepada Allah SWT
2. Tidak mengakui bahwa semua nikmat lahir dan bathin adalah karunia Allah SWT
3. Beramal dengan tujuan selain Allah SWT
4. Memberikan hak menghalalkan dan mengharamkan, hak memerintah dan melarang atau hak menentukan hukum pada umumnya kepada selain Allah SWT.
5. Ta’at secara mutlak kepada selain Allah SWT dan Rasul-Nya
6. Tidak menegakkan hukum Allah SWT
7. Membeci Islam, seluruh maupun sebagiannya
8. Mencintai kehidupan dunia melebihi akhirat atau menjadikan dunia segala-galanya.
9. Memperolok-olok Al-Qur’an dan Sunnah, atau orang-orang yang menegakkan ke-2 nya, atau memperolok-olok hukum Allah atau syi’ar Islam
10. Menghalalkan apa yang diharamkan oleh Allah SWT, dan mengharamkan apa yang dihalalkan Allah SWT.
11. Tidak beriman dengan seluruh nash-nash Al-Qur’an dan Sunnah
12. Mengangkat orang-orang kafir dan murtad menjadi pemimpin dan tidak mencintai orang-orang yang berakidah islam.
13. Tidak beradab dalam bergaul dengan Rasulullah SAW
14. Tidak menyenangi tauhid, malah menyenangi kemusyrikan
15. Menyatakan bahwa makna tersirat dari suatu ayat bertentangan dengan makna yang tersurat dalam Al-Qur’an
16. Memungkiri salah satu Asma, Sifat, dan Af’al Allah SWT
17. Memungkiri salah satu sifat Rasulullah SAW yang telah ditetapkan Allah SWT, atau memberinya sifat yang tidak baik, atau tidak meyakininya sebagai contoh teladan utamabagi umat manusia.
18. Mengkafirkan orang Islam atau menghalalkan darahnya, atau tidak mengkafirkan orang kafir
19. Beribadah bukan kepada Allah SWT
20. Melakukan syirik kecil.
BAB III
PENUTUP
I. Kesimpulan
Makna yang terkandung dalam kalimat tauhid (Syahadatain), yaitu pemurnian keta’atan kepada Allah SWT, dengan menghalalkan apa yang dihalalkan Allah SWT dan mengharamkan apa yang diharamkan-Nya, menjalankan perintah Allah SWT, dan menjauhi larangan Allah SWT, menyatakan diri baik lisan maupun perbuatan akan kebebasan dari perbuatan syirik. Dari uraian di sebelah dapat kita pahami betapa pentingnya kita untuk mempelajari, dan lebih mendalami Tauhid, yang di iqrarkan dengan Syahadatain.
Allah sendiri menegaskan dalam Al-Qur’an apa Itu Tauhid dan Syahadatain, diantaranya terdapat dalam surat Al-Isra’: 57, At-Taubah: 31, Adz-Dzukhruf: 26-27, dan juga terdapat dalam hadits nabi yang diriwayatkan oleh Muslim.
Kandungan yang terdapat dalam Syahadatain seperti yang telah kita paparkan di sebelah, menyebutkan bahwa kata asyhadu mempunyai tiga pengertian yang saling singkron.
“Seseorang akan bersumpah, bila dia memberi kesaksian, dan dia akan memberikan kesaksian bila dia menyaksikan”.[8]
Inti dari Syahadatain yaitu; beribadah hanya kepada Allah SWT semata, dan menjadikan Rasulullah SAW sebagai titik uswatun hasanah. Kalau kita sudah berhasil meraih inti itu InsyaAllah Allah SWT akan memberikan shibghah-Nya kepada kita, seperti yang juga telah kita paparkan di sebelah.
DAFTAR PUSTAKA
Ilyas, Yunahar. 2005. Kuliah Aqidah Islam. LPPI UMY. Yogyakarta
Abdul Wahab, Muhammad Ibn. 2004. Tauhid. Mitra Pustaka. Yogyakarta
At-Tamimi, Muhammad. 1999. Kitab Tauhid Pemurnian Ibadah Kepada Allah. Darul Haq. Jakarta
0 komentar:
Post a Comment