SEJARAH SUKU REJANG
1. Asal muasal Suku Jang
Jang adalah kata-kata yang asli berasal dari kalimat Merejang, untuk menyingkatkan kata-kata ini disebutlah Jang, maka menjadilah ia Suku Jang.
Arti kata Merejang adalah berjalan tidak melalui jalan. Seperti kita ketahui pada zaman nenek moyang kita dahulu, mereka sering melakukan pengembaraan, berpindah-pindah tempat dari suatu daerah kedaerah yang lain, hal ini dikarenakan tempat tinggal mereka yang lama penduduknya sudah banyak dan kesuburan lahan pertanian merekapun sudah berkurang, maka ada diantara mereka baik secara sekeluarga maupun secara kelompok-kelompok kecil melakukan pengembaraan untuk mencari lahan pertanian atau suatu daerah yang dapat memenuhi kebutuhan hidup mereka, begitulah seterusnya hingga berabad-abad kemudian hingga mereka perpencar kesegala arah, hingga sampailah mereka ke pulau-pulau di Indonesia ini.
Begitulah cara kehidupan nenek moyang kita dahulu, mereka melakukan penjelajahan, mengembara dari pulau kepulau dengan tidak menempuh jalan, tidak tentu arah dan tujuan atau merejang saja.
2. Rejang dari Serawak
Suku Jang ini berasal dari Berunai/Serawak di pulau Kalimantan. Mereka merejang darat, sungai dan laut hingga akhirnya sampailah salah satu kelompok mereka ke pulau Sumatera, merejang kedaerah Palembang (Selebar Daun), kedaerah Bengkulu (sungai Serut)/Jang Lebong/Jang Musai/Jang Tengeak/Jang Lembok/Jang Lekiten/Jang Pesisia.
Tujuan utama Tembo ini hanya memuat sejarah Jang Lebong, karena untuk daerah lainnya aku tidak mempunyai bahan dan ilmu tentang itu, karena aku sadari aku bukanlah ahli sejarah.
Seperti yang telah dikemukakan diatas, bahwa suku Jang berasal dari Serawak atau disebut dengan Jang Saweak. Cobalah Saudara-saudara perhatikan peta/atlas pulau Kalimantan, maka Saudara akan menemukan sebuah sungai yang bernama Sungai Rejang, dan perhatikanlah pula ketika orang-orang Serawak berbicara, bernyanyi, beredoi, bergeritan dan lain-lain, maka akan banyak sekali kita temukan kata-kata atau kalimat Jang, namun hal ini bukan berarti Serawak berasal dari Rejang, melainkan Jang yang berasal dari Serawak.
3. Rejang Ber-ekor
Mungkin ada diantara Saudara-saudara yang mendengan cerita dari orang-orang tua, bahwa pada zaman dahulu nenek moyang suku Jang memiliki ciri khas, yaitu mereka memiliki ekor, seperti ekor sapi dan sebagainya. Hal ini tentunya tidak benar sama sekali, dan disebabkan ketidak tahuan mereka atas asal mula hing`ga adanya pendapat tersebut atau kemungkinan ada orang-orang disaat itu yang ingin menghina suku Jang.
Saudara-saudara, perlu aku benarkan pendapat yang salah ini. Cerita sebenarnya adalah; Pada masa dahulu sebelum berkembangnya agama Islam, agama yang berkembang dan mempengaruhi tata kehidupan masyarakat terpengaruh oleh ajaran/agama Budha, dan seperti kita ketahui, pemimpin agama Budha adalah seorang Biksu (baca Biku), dan ada pula pada masa itu orang Jang yang menganut ajaran Biksu (Jang Biku), dan dikarenakan pengaruh dialek sehingga kata-kata Biku ini terdengan seperti Bikur atau merupakan pelecehan bagi orang Jang yang menganut agama Budha.
4. Daerah/tanah yang mula-mula ditempati Jang dari Serawak
Dari kelompok-kelompok orang yang merejang dari Serawak, ada yang akhirnya sampai kedaerah Rejang, yang masa dahulu disebut Renah Pelawi yang berasal dari kata-kata “Renah” = dataran rendah dan “Pelawi” = nama pohon-pohonan, atau dengan arti “dataran rendah yang banyak ditumbuhi pohon pelawi. Renah Pelawi ini tanahnya cukup subur dan kaya akan hasil bumi berupa emas dan perak yang disebut “Lebong “ atau Rejang Lebong sekarang.
5. Pemimpin Jang Serawak
Orang-orang yang terpandang yang memimpin orang-orang yang merejang dari serawak hingga sampai ke Renah Pelawi adalah :
1. Begelang Mato 2. Rio Bitang
3. Rio Jenggan 4. Rio Sabu
Selain dari pemimpin ini, mereka didampingi oleh para Hulu Balang, yaitu :
1. Tiak Jeningan 3. Gajah Madau
2. Tiak Jadam 4. Singoparai
Setelah beberapa lama mereka menetap di Renah Pelawi, dan penduduknya semakin berkembang hingga Renah Pelawi semakin padat penduduknya, kemudian dikarenakan kebiasaan leluhur mereka, sebagian mereka mulai Merejang kembali guna mencari daerah/tanah yang subur untuk menjadi lahan pertanian bagi rakyatnya. Adapun kelompok orang-orang yang Merejang ini antara lain dipimpin oleh :
1. Rio Bitang beserta pengiringnya membuka lahan di Atas Tebing dan sekitarnya, sambil
memelihara sarang burung layang-layang di Sekandau.
2. Rio Jenggan beserta pengiringnya membuka lahan di Suko Negeri Tapus dan sekitarnya,
sambil membuka tambang emas di Tebo Lekenei.
3. Rio Sabu beserta pengiringnya membuka lahan di Kuto Rukam Tes, sambil menjaga tambang
emas Simpang (Lebong Simpang).
4. Begelang Mato beserta pengiringnya membuka lahan di Pelabai/Bendar Agung Lebong,
sambil membuka tambang emas di Renah Pelawi Lebong.
6. Terbentuknya Jang Pat Petuloi
Lama kelamaan dari keempat pemimpin dan tempat tersebut, rakyat masing-masing terus berkembang, dan sejalan dengan itu timbul pulalah perbedaan-perbedaan pendapat dan masalah kependudukan dan otonomi daerah. Dan belajar dari perbedaan pendapat dan masalah-masalah yang timbul dalam rakyatnya, maka keempat pemimpin dari empat daerah ini bersepakat mengadakan rapat untuk menentukan batas kekuasaan masing-masing daerah, yang akhirnya disebutlah dengan nama Jang Pat Petuloi, yang berasal dari kata-kata Rejang, yaitu :
Jang = Suku Jang (singkatan dari kata Merejang) Petu = Bang (Pintu)
Pat = Empat Loi = Lai (besar)
7. Pemimpin dan kedudukan Pat Petuloi
Keempat Petuloi ini terdiri dari :
a. Petuloi I dipimpin oleh Begelang Mato, berkuasa penuh di Renah Pelawi dan berkedudukan
di Bendar Agung Lebong;
b. Petuloi II dipimpin oleh Rio Bitang, berkuasa penuh dan berkedudukan di Atas Tebing/Pelabai;
c. Petuloi III dipimpin oleh Rio Jenggan, berkuasa penuh dan berkedudukan di Suko Negeri
Tapus.
d. Petuloi IV dipimpin oleh Rio Sabu, berkuasa penuh dan berkedudukan di Kuto Rukam Tes.
Setelah ke-empat Petuloi ini ditetapkan sebagai pemimpin, maka mereka mendapat gelar atau sebutan Ajai, yang berarti orang yang dihormati atau orang yang dimuliakan.
8. Daerah yang banyak berpenduduk Suku Jang
Pada mulanya Suku Jang ini berasal dari satu keturunan, namun setelah sekian lama, setelah mereka merejang kedaerah lain dan bergaul dengan suku-suku lainnya, maka banyak terdapat baik dalam bahasa/dialek/logat mengalami perubahan, namun pada umumnya artinya sama, kita contohkan sebagai berikut : Dau = Deu = Dew; Lalau = Laleu = Lalew; Moi = Mai; Telau = Teleu = Telew; dan lain sebagainya. Atau dengan kata lain bahwa bahasa Jang setiap daerah mempunyai ciri-ciri logat/dialek yang khas dan ini merupakan aset budaya suku Jang.
Adapun daerah-daerah yang banyak berpenduduk suku Jang adalah pada daerah :
a. Yang mendiami daerah Lebong dan sekitarnya disebut dengan Jang Lebong;
b. Yang mendiami daerah Air Musi (Musai) dan sekitarnya disebut Jang Musai;
c. Yang mendiami daerah Padang Ulak Tanding, Selangit, Batu Gene dan sekitar-
nya disebut Jang Lembak Sindang (Menyindang);
d. Yang mendiami daerah Tabah Penanjung dan sekitarnya disebut Jang Tengeak; dan
e. Yang mendiami daerah Lais, Ketahun dan sekitarnya disebut Jang Pesisia (Pesisir).
9. Bukti keberadaan Suku Jang
Seperti yang telah dikemukakan diatas, bahwa Suku Jang ini bukanlah suku yang tidak mempunyai asal usulnya, karena keberadaan suku Jang dapat dibuktikan dengan adanya bahasa dan tulisan tersendiri, bahasa Jang disebut dengan bahasa Jang, sedangkan tulisan Jang disebut dengan Ka, Ga, Nga dan seterusnya. Dan selain dari bahasa dan tulisan, suku Jang memiliki adat istiadat tersendiri pula.
Dasar tulisan Jang ini, dipergunakan pula oleh suku daerah lain, yang antara lain dipergunakan oleh suku Komering, Lampung dan Pasemah, namun cara tarikan huruf-hurufnya ada sedikit perubahan yang sesuai dengan bahasa/logat/dialek masing-masing daerah.
10. Adat Istiadat
Pada 5 daerah seperti yang dikemukakan pada Bab I angka 8 diatas, memiliki adat istiadat masing-masing yang disesuaikan dengan keadaan cara hidup masyarakatnya, iklim daerahnya, dan adat istiadat antara masing-masing daerah ini tidak menyimpang jauh dari adat istiadat yang telah diciptakan oleh nenek moyang mereka dahulu. Adat istiadat mereka ini tetap bersendikan kepada Kitabullah dan Sunnah Rasulullah. Selain dari pada adat yang sebenarnya adat ini (Kitabullah dan Sunnahtullah), dapat diubah, ditambah dan atau dikurangi dan yang disebut dengan Adat Lembaga yang diciptakan di setiap daerah.
Adapun jenis adat istiadat/adat yang diadatkan dimaksud adalah sebagai berikut :
1. Adat bujang gadis; 8. Adat Pelayan
2. Adat dalam perkawinan; 9. Adat Mas Kutai
3. Adat Mengebeu; 10. Adat Pelakeak Papen
4. Adat Sepejabet; 11. Adat Kejai,
5. Adat Pecuak Kulak; 12. dan jenis adat-adat lainnya yang terdapat dalam
6. Adat Pecuak Ko-on; adat Lembaga (Afdeeling/Onderafdeeling - Bundel
7. Adat Semendo Rajo-rajo : Adatrecht No. 11 tahun 1911).
a. Semendo Teguak
b. Semendo Beuk Munggua
c. Semendo Langeu Ijo
d. Beleket
11. Batas-batas daerah Suku Jang
Dimasa berdirinya Jang Pat Petuloi Renah Pelawi, ditetapkanlah batas daerah yang merupakan batas wilayah kekuasaan masing-masing daerah yang dipimpin oleh masing-masing Ajai dengan batas sebagai berikut :
a. Jang Pat Petuloi Renah Pelawi Lebong, menguasi batas arah ke Timur sampai ulu Musai
b. Jang Tiga Banggo Ulu Musai, menguasai batas arah selatan (Sindang Merdiko).
c. Jang Sebelas Banggo Renah Pesisia, menguasai batas arah ke Barat.
d. Jang Tujuh Banggo Renah Ketahun, menguasai batas arah ke Utara.
12. Jang Tiang Pat Lemo ngen Rajo
Setelah beberapa lama berdirinya Jang Pat Petuloi Renah Pelawi Lebong, dimana jumlah penduduk semakin berkembang, dengan segala macam masalah yang timbul dalam masyarakat dan guna menengahi permasalahan-permasalahan ini, maka para pemimpin Petuloi-petuloi bersepakat untuk mengangkat seorang pucuk pimpinan sebagai Rajo di Renah Pelawi untuk tempat berembuk meminta petuah dan sebagai pemersatu Pat Petuloi.
Setelah timbul kesepakatan antara ke empat Ajai Jang Pat Petuloi bersama dengan para cerdik pandai dan orang-orang terkemuka, maka diputuskanlah bahwa yang dapat menjadi Rajo di Jang Pat Petuloi ini haruslah seorang yang berasal dari anak asal yang mempunyai kemampuan dan paham dalam pemerintahan. Dalam kesepakatan ini maka diangkatlah Sultan Saktai gelar Rajo Jongor-Rajo Megat-Rajo Mudo keturunan dari Kerajaan Pagaruyung Minangkabau.
Setelah diangkatnya Sultan Saktai gelar Rajo Jongor-Rajo Megat-Rajo Mudo, sebagai raja atau pucuk pimpinan Jang Pat Petuloi, maka ditetapkanlah nama Kerajaan ini menjadi Jang Tiang Pat Lemo ngen Rajo, dengan susunan sebagai berikut :
a. Sultan Saktai gelar Rajo Jongor - Rajo Megat - Rajo Mudo, duduk sebagai Rajo Tiang Pat Lemo ngen Rajo dan berkedudukan di Pelabai dan kemudian pindah di Bendar Agung Renah Pelawi Lebong.
b. Ajai Begelang Mato, pemimpin Petuloi I sebagai Tiang I berkedudukan sebagai staf
Kerajaan di Bendar Agung mendampingi Rajo.
c. Ajai Rio Bitang, pemimpin Petuloi II sebagai Tiang II berkedudukan di Atas Tebing.
d. Ajai Rio Jenggan, pemimpin di Petuloi III sebagai Tiang III berkedudukan di Suko Negeri Tapus.
e. Ajai Rio Sabu, pemimpin Petuloi IV sebagai Tiang IV berkedudukan di Kuto Rukam Tes.
13. Terjemahan Banggo
Bang-Go adalah bahasa Jang asli, kalau diterjemahkan dengan bahasa Indonesia berarti :
Bang : adalah pintu/jalan keluar masuk; Go : adalah harta, jiwa.
Jadi arti dari kata Bang-Go adalah pintu harta.
Kata-kata Bang-Go ini semenjak negara kita dijajah oleh Inggeris dan Belanda beberapa abad yang lalu, kurang didengar lagi, hal ini karena bangsa penjajah tersebut sedikit sukar untuk mengucapkannya, maka kata-kata asli ini dirubah menjadi Marga. Jadi bukan hanya bangsa kita saja yang telah terjajah, bahasa kitapun telah ikut dijajah. Marilah para generasi muda, kita gali kembali bahasa Jang aslimu dan kita gali kembali Teras Temambang yang telah terendam berabad-abad lenyap entah dimana rimbanya.
Bang-Go ini ada setelah Jang Pat Petuloi meningkat menjadi Jang Tiang Pat Lemo Ngen Rajo, atau semasa Rajo Sultan Saktai hingga Rajo Tiang Pat ke 4 Ki Pandan gelar Rajo Girang berkuasa di Lebong (sekarang makamnya bernama Keramat Lebong).
Setelah berakhirnya masa kekuasaan Rajo Tiang Pat ke 4 Ki Pandan gelar Rajo Girang, hingga sekarang istilah Bang-Go ini lebih dikenal dengan istilah Marga, dengan pemimpinnya disebut Pasirah.
Sebutan Marga ini dipakai di Prov. Bengkulu, Sumatera Selatan, Lampung dan Jambi. Hal ini dikarenakan daerah-daerah ini dahulunya sangat erat hubungannya dengan nenek moyang.
14. Terbentuknya Banggo
Sebelum Rajo Sultan Saktai berkuasa di Renah Pelawi, daerah ini masih bernama Jang Pat Petuloi. Setelah adanya Rajo, maka daerah ini disebutlah menjadi Renah Pelawi Jang Tiang Pat Lemo Ngen Rajo, dengan pembagian daerah sebagai berikut :
1. Tiang I Bang-go Tubei dipimpin oleh Begelang Mato yang berkedudukan di Bendar Agung;
2. Tiang II Bang-Go Selupuh dipimpin oleh Rio Bitang yang berkedudukan di Pelabai/Atas Tebing;
3. Tiang III Bang-Go Jurukalang dipimpin oleh Rio Jenggan yang berkedudukan di Suko Negeri Tapus; dan
4. Tiang III Bang-Go Bermani dipimpin oleh Rio Sabu yang berkedudukan di Kuto Rukam Tes.
15. Asal nama Banggo di Jang Tiang Pat
Semasa Jang Tiang Pat dipimpin oleh Sultan Saktai, terdengarlah berita bahwa Kerajaan Pagaruyung sering ditimpa musibah, yaitu banyaknya rakyat yang meninggal, maka sebagai rasa ikut berbelasungkawa dan berduka cita, maka berangkatlah Rajo Tiang Pat bersama Pemimpin Tiang Pat lainnya ke Kerajaan Pagaruyung.
Sesampainya mereka di Kerajaan Pagaruyung, berceritalah Seri Maharaja Diraja Pagaruyung : “Diatas pohon Benuang Saktai yang tumbuh di taman Balairung Sari, ada penunggunya yaitu seekor siamang putih tangan, bila siamang itu berbunyi, maka ada saja rakyat yang mati, kami sangat berterima kasih atas kunjungan Saudara-saudara, dan kami mohon agar Saudara-saudara dapat membantu kami untuk menebang pohon Benuang Saktai itu, semoga dengan robohnya pohon itu mudah-mudahan akan musnah pula Siamang Putih Tangan”.
Setelah mendengar cerita dan permintaan Seri Maharaja Diraja Pagaruyung, maka keempat pemimpin Jang Tiang Pat, berusaha untuk menebang pohon Benuang Saktai guna memusnahkan Siamang Putih Tangan, dengan berbagai macam cara, namun segala daya upaya yang mereka lakukan tidak membuahkan hasil. Walaupun usaha keempat Pemimpin Jang Tiang Pat tersebut gagal, Seri Maharaja Diraja Pagaruyung tetap mengucapkan terima kasih atas upaya yang telah dilakukan, maka berkatalah Seri Maharaja kepada mereka : “Aku telah menyaksikan usaha-usaha Saudara, yaitu :
1. Saudara Pemimpin Tiang I, telah melakukan penebangan pohon Benuang Saktai, dengan berulang-ulang atau bertubi-tubi guna mencari Siamang Putih Tangan, namun tidak berhasil, maka aku berilah nama Tiang I menjadi Bang-Go Tubei;
2. Saudara Pemimpin Tiang II, telah mencari Siamang Putih Tangan dengan cara meniti lupuh-lupuh Benuang Saktai, juga tidak berhasil, maka aku berilah nama Tiang II menjadi Bang-Go Selupuh;
3. Saudara Pemimpin Tiang III, telah mencari Siamang Putih Tangan dengan cara menggalang pohon Benuang Saktai dengan 7 orang puteri, juga tidak berhasil, maka aku berilah nama Tiang III menjadi Bang-Go Juru Kalang; dan
4. Saudara Pemimpin Tiang IV, mencari Siamang Putih Tangan dengan cara menggali (mania) tunggul Benuang Saktai, masih juga gagal, maka aku berilah nama Tiang IV menjadi Bang-Go Bermani.
0 komentar:
Post a Comment