Gudang Ilmu Pengetahuan

Pages

Monday, 30 November 2015

FILSAFAT PANCASILA SEBAGAI SUATU SISTEM

FILSAFAT PANCASILA SEBAGAI SUATU SISTEM


BAB II
FILSAFAT PANCASILA


A.    Pengertian Filsafat
Filsafat adalah satu bidang ilmu yang senantiasa dan menyertai kehidupan manusia. Contohnya jikalau seseorang hanya berpandangan bahwa materi merupakan sumber kebenaran dalam kehidupan, maka orangtersebut berfilsafat materialisme.
Secara etimologis istilah “filsafat” berasal dari bahasa Yunani ”philein” yang artinya “cinta” dan “shopos” yang artinya “hikmah” atau “kebijaksanaan” atau “wisdom”, Jadi secara harfiah  istilah filsafat adalah mengandung makna cinta kebijaksanaan.
Pertama : Filsafat sebagai produk mencakup pengertian
a.       Pengertian Filsafat yang mencakup arti-arti filsafat sebagai jenis pengetahuan, ilmu, konsep dari para filsuf dari zaman dahulu, teori sistem atau pandangan tertentu, yang merupakn hasil dari proses berfilsafat dan mempunyai cirri-ciri tertentu.
b.      Filsafat sebagai suatu jenis problema yang dihadapi oleh manusia sebagai hasil dari aktivitas berfilsafat
Kedua: Filsafat sebagai suatu proses mencakup pengertian
Filsafat diartiak sebagai bentuk suatu aktivitas berfilsafat, dalam proses pemecahan suatu permasalahan dengan menggunakan suatu cara dan metode tertentu yang sesuai dengan objek permasalahannya.

B.     Pengertian Pancasilan sebagai Suatu Sistem
Yang dimaksud dengan sistem adalah suatu kesatuan bagian-bagian yang saling berhubungan, saling bekerjasam untuk satu tujuan tertentu dan secara keseluruhan merupakan satu kesatuan yang utuh, system lazimnya memiliki cirri-ciri sebagai berikut :
1)      Suatu kesatuan bagian-bagian
2)      Bagian-bagian tersebut mempunyai fungsi sendiri-sendiri
3)      Saling berhubungan, saling ketergantungan
4)      Kesemuanya dimaksudkan untuk mencapai tujuan bersama
5)      Terjadi dalam suatu lingkungan yang kompleks
Dasar filsafat Negara Indonesia terdiri atas lima sila yang masing-masing merupakan suatu asas peradaban. Namun demikian sila-sila pancasila itu bersama-bersama merupakan suatu kesatuan dan keutuhan, setiap sila merupakan suatu unsur dari kesatuan Pancasila. Maka dasar filsafat negara Panacasila adalah suatu kesatuan yang bersifat majemuk tunggal. Konsekuensinya setiap sila tidak dapat berdiri sendiri terpisah dari sila lainnya.
Pancasila merupakan suatu sustem dalam pengertian kefilsafatan sebagaimana system filsafat lainnya antara lain materialisme, idealisme, rasionalisme, liberalisme, sosialisme, dan sebagainya.
Kenyataan pancasila yang demikian itu disebut kenyataan objektif, yaitu bahwa kenyataan itu ada pada Pancasila yang terlepas dari sesuatu yang lain, atau terlepas dari pengetahuan orang. Kenyataan objektif yang ada terlekat pada Pancasila, sehingga Pancasila sebagai suatu system filsafat bersifat khas dan berbeda dengan sistem-sistem filsafat lainnya. Hal ini secara ilmiah disebut ciri khas secara objektif.

C.    Kesatuan Sila-Sila Pancasila
1.      Susunan Pancasila yang bersifat Kierarkhis dan berbentuk Piramidal.
Susunan pancasila adalah hierarkhis dan mempunyai bentuk pyramidal. Pengertian matem,atika pyramidal digunakan untuk menggambarkan hubungan hierarkhi sila-sila dari pancasiladalam urut-urutan luas (kwantitas) dan juga dalam hal sifat-sifatnya (kualitas). Kalau dilihat dari intinya, urut-urutan lima sila menunjukkan suatu rangkaian tingkat dalam luasnya dan isi-sifatnya, merupakan pengkhususan dari sila-sila dimukanya. Jika urutan-urutan lima sila dianggap mempunyai maksud demikian, maka di antara lima sila ada hubungan yang mengikat yang satu kepada yang lain sehingga Pancasila merupakan suatu kesatuan keseluruhan yang bulat.
Dalam susunan hierarkhis dan pyramidal ini, maka Ketuhanan yang Maha Esa menjadi basis kemanusiaan, persatuan Indonesia, kerakyatan dan keadilan social,. Sebaliknya Ketuhanan yang maha Esa adalah Ketuhanan yang berkemanusiaan, yang membangun, mmemelihara dan mengembalikan persatuan Indonesia, yang berkerakyatan dan berkeadilan sosial demikian selanjutnya, sehingga tiap-tiap sila di dalamnya mengandung sila-sila lainnya.

2.      Kesatuan Sila-sila Pancasila yang saling Mengisi dan Saling Mengkualifikasi
Sila-sila Pancasila sebagai kesatuan dapat dirumuskan pula dalam hubungan saling mengisi atau mengkualifikasi dalam rangka hubungan hierarkhis piramidal tadi. Tiap-tiap sila seperti telah disebutkan diatas mengandung empat sila lainnya, dikualifikasi oleh empat sila lainnya.

D.    Kesatuan Sila-sila Pancasila sebagai Suatu Sitem Filsafat
Selain kesatuan Sila-sila Pancasila itu hierarkhis dalam hal kuantitas juga dalam hal isi sifatnya yaitu menyangkut makna serta hakikat sila-sila Pancasila. Kesatuan yang demikian ini meliputi kesatuan dalam hal ontologism, dasar epistemologis serta dasar aksiologis dari sila-sila Pancasila. 
Secara filosofis Pancasila sebagai suatu kesatuan sistem filsafat memiliki dasar ontologis, dasar epitemologis dan dasar aksiologis sendiri yang berbeda dengan sistem filsafat yang lainnya misalnya materialisme, liberalisme, pragmatisme, komunisme, idealisme dan lain paham filsafat di dunia.

1.      Dasar Ontologis Sila-sila Pancasila
Dasar Ontogis sila-sila Pancasila adalah Pancasila sebagai suatu kesatuan sistem filsafat tidak hanya kesatuan yang menyangkut sila-silanya saja melainkan juga meliputi hakikat dasar dari sila-sila Pancasila atau secara filosofis. Dasar ontologis Pancasila pada hakikatnya adalah manusia, yang memiliki hakikat mutlak monopluralis, oleh karena itu hakikat dasar ini juga sering disebut sebagai dasar antropologis.
Manusia sebagai pendukung pokok sila-sila pancasila secara ontologism memiliki hal-hal yang mutlak, yaitu terdiri atas susunan kodrat, raga, dan jiwa jasmani dan rohani, sifat kodrat manusia adalah sebagai makhluk individu dan makhluk sosial, serta kedudukan kodrat manusia sebagai makhluk pribadi berdiri sendiri dan sebagai makhluk Tuhan yang Maha Esa.
Hubungan kesesuaian antara Negara dengan landasan sila-sila Pancasila adalah berupa hubungan sebab-akibat yaitu negara sebagai pendukung hubungan dan Tuhan, manusia, satu, rakyat, dan adil sebagai pokok pangkal hubungan. Landasan sila-sila Pancasila yaitu Tuhan, manusia, satu, rakyat, dan adil adalah sebagai sebab adapun negara adalah sebagai akibat.

2.      Dasar Epistomologis Sila-sila Pancasila
Dasar epistimologis pancasila pada hakikatnya tidak dapat dipisahkan dengan dasar ontologisnya. Pancasila sebagai suatu ideologi bersumber pada nilai-nilai dasar yaitu filsafat Pancasila. Oleh karena itu dasar epismologis Pancasila tidak dapat dipisahkan dengan konsep dasarnya tentang hakikat manusia. Kalau manusia merupakan basis ontologis dari Pancasila, maka dengan demikian mempunyai implikasi terhadap bangunan epistemologi, yaitu bangunan epistemologi yang ditempatkan dalam bangunan filsafat manusia.
Susunan isi arti Pancasila meliputi tiga hal yaitu : pertama, isi arti Pancasila yang umum universal yaitu hakikat sila-sila Pancasila. Isi arti sila-sila Pancasila yang umum universal ini merupakan inti sari atau esensi Pancasila sehingga merupakan pangkal tolak derivasi baik dalam pelaksanaan pada bidang-bidang kenegaraan dan tertib hukum Indonesia serta dalam realisasi praksis dalam berbagai bidang kehidupan kongkrit. Kedua, isi arti Pancasila yang umu kolektif, yaitu isi arti Pancasila sebagai pedoman kolektif negara dan bangsa Indonesia terutama dalam tertib hukum Indonesia. Ketiga, isi arti pancasila bersifat khusus dan kongkrit yaitu isi arti Pancasila dalam realisasi praksis dalam berbagai bidang kehidupan sehingga meiliki sifat yang khusus kongkrit serta dinamis.

3.      Dasar Aksiologis Sila-sila Pancasila
Sila-silla Pancasila sebagai suatu sistem filsafat juga memiliki satu kesatuan dasar aksiologisnya, yaitu nilai-nila yang terkandung dalam Pancasila pada hakikatnya juga merupakan suatu kesatuan. Pada hakikatnya segala sesuatu itu bernilai, hanya nilai macam, apa saja yang ada serta bagaimana hunubngan nilai tersebut dengan manusia. Banyak pandangan tentang nilai terutama dalam menggolong-golongkan nilai dan penggolongan tersebut amat beraneka ragam tergantung pada sudut pandanganya masing-masing.
Max Scheler misalnya mengemukakan bahwa nilai pada hakikatnya berjenjang, jadi tidak sama tingginya dan tidak sama luhurnya. Nilai-nilai itu dalam kenyataannya ada yang lebih tinggi dan ada yang lebih rendah bilamana di bandingkan satu dengan lainnya. Sejalan dengan pandangan tersebut, Notoragoron merinci nilai disamping bertingkat juga berdasarkan jenisnya ada yang bersifat materal dan non materal. Dalam hubungan ini, manusia memiliki orientasi nilai yang berbeda tergantung pada pandangna hidup danm filsafat hidup masing-masing. Ada sekelompok orang mendasarkan pada orientasi nilai material, namun ada pula yang sebaliknya yaitu berorientasi pada nilai yang non material. Bahkan sesuatu yang non material itu mengandung nilai yang bersifat mutlak bagi manusia. Nilai-nilai material relatif lebih mudah diukur  yaitu menggunakan indra maupun alat pengukur lainnya seperti berat, panjang, lebar, luas dan sebagainya. Dalam menilai hal-hal yang bersifat rokhaniah yang menjadi : alat ukur adalah hati nurani manusia dibantu oleh alat indra manusia yaitu cipta, rasa, karsa, serta keyakinan manusia.
Menurut Notonagoro bahwa nilai-nilai Pancasila termasuk, nilai kerokhanian, tetapi nilai-nilai kerokhanian yang mengakui nilai material dan nilai vital.

Teori Nilai
Max Scheler mengemukakan bahwa nilai-nila yang ada, tidak sama luhurnya dan sama tingginya. Nilai-nilai itu secara senyatanya ada yang lebih tinggi dan ada yang lebih rendah dibandingkan dengan nilai-nilai lainnya. Menurut tinggi rendahnya, nilai-nilai dapat dikelompokkan dalam empat tingkatan sebagai berikut :
1)        Nilai-nilai  Kenikmatan
2)        Nilai-nilai kehidupan
3)        Nilai-nilai kejiwaan
4)        Nilai-nilai kerokhanian.
Walter G. Everet menggolong-golongkan nilai-nilai manusiawi kedalam 8 kelompok yaitu :
1)        Nilai-nilai ekonomis
2)        Nilai-nilai kejasmanian
3)        Nilai-nilai hiburan
4)        Nilai-nilai sosial
5)        Nilai-nilai watak
6)        Nilai-nilai estetis
7)        Nilai-nilai intelektual
8)        Nilai-nilai keagamaan
Notonagoro membagi nilai menjadi tiga yaitu :
1)        Nilai material
2)        Nilai vital
3)        Nilai kerokhanian

Nilai-nilai Pancasila sebagai suatu sistem
Nilai-nilai yang terkandung dalam sila I sampai dengan sila v pancasila merupakan cita-cita, harapan, dambaan, bangsa Indonesia yang akan diwujudkan dalam kehidupannnya. Sejak dahulu kata nilai-nilai itu selalu dibambakan, Di cita-citakan bangsa Indonesia agar terwujud dalam masyarakat yang tata tentram, karta raharja, gemaripan loh jinawi, dengan penuh harapan diupayakan terealisasi dalam sikap, tingkah laku dan perbuatan manusia Indonesia.

0 komentar:

Post a Comment