Pengertian Zakat, Infaq dan Shadaqah
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
“Kemiskinan”
dan “orang-orang miskin” sudah dikenal oleh manusia sejak masa lampau. Seorang
ilmuwan besar, Prof. Mohd. Farid Wajdi (alm) dalam bukunya al Islam Din
Lam Khalid menceritakan tentang sejarah hitam hubungan antara
orang-orang kaya dengan orang-orang miskin yang berlangsung sejak
kebudayaan-kebudayaan pertama manusia. Bahwa di setiap bangsa, tidak akan
ditemukan segolongan manusia, kecuali dua golongan, yaitu golongan yang
berkecukupan dan golongan yang melarat. Di balik keadaan yang demikian,
ditemukan hal menarik dimana golongan yang berkecukupan selalu semakin makmur
tanpa batas, sedangkan golongan melarat selalu semakin “kurus”, hampir-hampir
tak berdaya.[1]
Semua agama, baik itu agama samawi maupun
agama ciptaan manusia pada dasarnya memiliki peran dan memberikan perhatian
terhadap orang-orang miskin. Perhatian agama-agama tersebut tidak lain adalah
bertujuan agar terwujudnya persaudaraan dan kehidupan yang sentosa.[2]
Namun,
perhatian Islam terhadap penanggulangan kemiskinan tidak dapat dibandingkan
dengan agama manapun, baik dari segi pengarahan maupun dari segi pengaturan dan
penerapan. Al Quran sebagai pedoman kehidupan umat Islam sangat memperhatikan
permasalahan ini. Di dalamnya terdapat banyak ayat-ayat yang berisi tentang
himbauan untuk memperhatikan nasib orang-orang miskin. Yang perhatian tersebut
di antaranya tidak lebih daripada sekedar anjuran supaya manusia berbuat baik
dan kasih kepada orang-orang miskin dan realisasi perbuatan baik tersebut
tergantung kepada kemurahan hati pribadi masing-masing orang. Dengan demikian,
jelas bahwa nasib orang-orang miskin itu tergantung kepada belas kasih
orang-orang kaya. Bila orang-orang kaya tergerak untuk berbuat baik, entah
karena cinta kepada Allah maupun bahkan hanya sekedar ingin dipuji, maka mereka
akan memberikan sesuatu.[3]
Kemudian dalam praktiknya, sebagaimana yang telah
dijelaskan baik dalam al Quran maupun hadits, bentuk dari pemberian orang-orang
kaya tersebut kepada orang-orang miskin, materi maupun non materi, memiliki
beragam bentuk. Di antaranya zakat, infaq dan shadaqah. Adapun penjelasan
mengenai ketiganya, selanjutnya akan dibahas dalam makalah ini.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Apa yang dimaksud dengan zakat, infaq dan shadaqah?
2. Apa perbedaan di antara masing-masing jika dilihat dari subjek, materi,
penerima, kadar, waktu dan hukumnya?
3. Apa yang dimaksud dengan zakat fitrah dan mal, serta bagaimana
pengelolaannya?
4. Siapa saja yang berhak menerima zakat?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Zakat, Infaq dan Shadaqah
a. Zakat
Zakat merupakan salah
satu dari lima rukun Islam yang diwajibkan secara mutlak oleh Allah.
Sebagaimana termaktub dalam QS. al Baqarah : 110.
“Dan dirikanlah shalat
dan tunaikanlah zakat. Dan kebaikan apa saja yang kamu usahakan bagi dirimu,
tentu kamu akan mendapat pahala nya pada sisi Allah. Sesungguhnya Alah Maha
Melihat apa-apa yang kamu kerjakan.”
Zakat ditinjau dari segi
bahasa merupakan kata dasar (mashdar) dari zaka yang
berarti berkah, tumbuh (berkembang), bersih atau suci dan baik.[1] Tumbuh (an nama) berarti bahwa harta yang dikeluarkan tidak
berkurang, tetapi justru akan tumbuh dan berkembang.[2] Dikatakan oleh orang Arab zakaa azzar’u yang berarti
tumbuhan yang tumbuh dengan baik.[3] Bersih atau suci (ath
thaharah) berarti bahwa harta yang dikeluarkan akan menjadi bersih dan
membersihkan jiwa yang memiliki harta tersebut dari kotoran hasad, dengki dan
bakhil. Baik (ash sholahu) berarti bahwa harta yang dikeluarkan akan
menjadi baik dan zakat sendiri akan memperbaiki kualitas harta tersebut dan
amal pemiliknya.[4]
Sedangkan ditinjau dari segi istilah
fiqh, zakat berarti sejumlah harta tertentu yang telah mencapai
nisab untuk diserahkan kepada golongan tertentu dan pada waktu tertentu.[5] Menurut
Imam Hanafi, zakat adalah pemberian hak kepemilikan atas sebagian harta
tertentu dari harta tertentu kepada orang tertentu yang telah ditentukan oleh
syariat, semata-mata karena Allah. Menurut Imam Malik, zakat adalah
mengeluarkan sebagian tertentu dari harta tertentu yang telah sampai nisab
kepada orang yang berhak menerima, jika kepemilikan, haul (genap
satu tahun) telah sempurna selain barang tambang, tanaman dan harta tenunan.
Menurut Imam Hambali, zakat adalah hak yang wajib pada harta tertentu kepada
kelompok tertentu pada waktu tertentu. Menurut Imam Syafi’i, zakat adalah nama
untuk barang yang dikeluarkan untuk harta atau badan (diri manusia) kepada
pihak tertentu.[6]
Terdapat dua jenis zakat yang
disyariatkan, yaitu zakat fitrah (jiwa) dan zakat mal (harta).
b. Infaq
Infaq
berasal dari akar kata nafaqa yang berarti keluar. Secara
istilah, infaq berarti mengeluarkan sesuatu (harta) untuk suatu kepentingan,
baik itu kepentingan yang baik maupun kepentingan yang buruk.[7]
Kata
infaq sering digunakan dalam al Quran dan hadits untuk beberapa hal, sehingga
secara hukum, infaq terbagi menjadi empat, yaitu[8] :
1. Infaq wajib
Infaq wajib berarti mengeluarkan harta untuk perkara yang wajib seperti :
· Membayar zakat
· Membayar mahar (QS. al
Mumtahanah : 10)
· Menafkahi istri (QS. an
Nisa : 34)
· Menafkahi istri yang
ditalak dan masih dalam keadaan iddah (QS. at Talaq : 6-7)
2. Infaq sunnah
Infaq sunnah berarti mengeluarkan harta dengan niat shadaqah atau dengan
kata lain menunjuk pada harta yang dianjurkan untuk dikeluarkan tetapi tidak
sampai wajib seperti :
· Infaq untuk jihad (QS.
al Anfal : 60)
· Infaq kepada yang
membutuhkan, misalnya memberi uang kepada fakir miskin atau menolong orang yang
terkena musibah dan lain sebagainya.
3. Infaq mubah
Infaq mubah berarti mengeluarkan harta untuk perkara yang mubah seperti
berdagang dan bercocok tanam (QS. al Kahfi : 43)
4. Infaq haram
Infaq haram berarti mengeluarkan harta dengan tujuan yang diharamkan oleh
Allah seperti :
· Infaqnya orang kafir
untuk menghalangi syiar islam (QS. al Anfal : 36)
· Infaqnya orang Islam
kepada fakir miskin tapi tidak karena Allah (QS. an Nisa : 38)
c. Shadaqah
Shadaqah secara bahasa berarti sesuatu
yang benar atau jujur. Secara istilah berarti mengeluarkan harta di jalan Allah
sebagai bukti kejujuran atau kebenaran iman seseorang. Shadaqah atau sedekah
juga bisa diartikan mengeluarkan harta yang tidak wajib di jalan Allah
(menafkahkan sebagian harta di luar kewajiban syariah). Shadaqah bukan hanya
diartikan sebagai bantuan materi, tetapi juga bantuan non materi atau ibadah
fisik non materi seperti menolong orang dengan tenaga dan pikirannya,
mengajarkan ilmu, bertasbih, berdzikir, bahkan melakukan hubungan suami istri
disebut juga sebagai shadaqah.[9] Hal ini sesuai
dengan hadits :
عَنْ أَبِي ذَرٍّ رضي
الله عنه أنَّ ناساً قالوا : يَا رَسُولَ الله ، ذَهَبَ أهلُ الدُّثُور بالأُجُورِ
، يُصَلُّونَ كَمَا نُصَلِّي ، وَيَصُومُونَ كَمَا نَصُومُ ، وَيَتَصَدَّقُونَ
بِفُضُولِ أمْوَالِهِمْ ، قَالَ : أَوَلَيسَ قَدْ جَعَلَ اللهُ لَكُمْ مَا
تَصَدَّقُونَ بِهِ : إنَّ بِكُلِّ تَسْبِيحَةٍ صَدَقةً ، وَكُلِّ تَكبيرَةٍ
صَدَقَةً ، وَكُلِّ تَحمِيدَةٍ صَدَقَةً ، وَكُلِّ تَهْلِيلَةٍ صَدَقَةً ، وَأمْرٌ
بالمَعْرُوفِ صَدَقَةٌ ، وَنَهيٌ عَنِ المُنْكَرِ صَدَقَةٌ ، وفي بُضْعِ أَحَدِكُمْ
صَدَقَةٌ قالوا : يَا رسولَ اللهِ ، أيَأتِي أَحَدُنَا شَهْوَتَهُ وَيَكُونُ
لَهُ فِيهَا أجْرٌ ؟ قَالَ : أرَأيتُمْ لَوْ وَضَعَهَا في حَرامٍ أَكَانَ عَلَيهِ
وِزرٌ ؟ فكذَلِكَ إِذَا وَضَعَهَا في الحَلالِ كَانَ لَهُ أَجْرٌ )رواه مسلم(
Dari Abu Dzar r.a : Sesungguhnya sebagian
dari para sahabat berkata kepada Nabi Muhammad saw : “Wahai Rasulullah,
orang-orang kaya lebih banyak mendapat pahala, mereka mengerjakan shalat
sebagaimana kami shalat, mereka berpuasa sebagaimana kami berpuasa dan mereka
bershadaqah dengan kelebihan harta mereka.” Nabi saw bersabda : “Bukankah Allah
telah menjadikan bagi kamu sesuatu untuk bershadaqah? Sesungguhnya tiap-tiap
tasbih adalah shadaqah, tiap-tiap tahmid adalah shadaqah, tiap-tiap tahlil
adalah shadaqah, menyuruh kepada kebaikan adalah shadaqah, mencegah kemungkaran
adalah shadaqah dan persetubuhan salah seorang di antara kamu (dengan istrinya)
adalah shadaqah.” Mereka bertanya : ”Wahai Rasulullah, apakah (jika) salah
seorang di antara kami memenuhi syahwatnya ia mendapat pahala?” Nabi saw
menjawab : ”Tahukah engkau jika seseorang memenuhi syahwatnya pada yang haram
dia berdosa demikian pula jika ia memenuhi syahwatnya pada yang halal ia
mendapat pahala.” (HR. Muslim)
B. Perbedaan Ketiganya
Dilihat dari Segi Subjek, Materi, Penerima, Kadar, Waktu dan Hukum
1. Zakat
Sebagaimana yang telah dijelaskan, zakat
wajib dikeluarkan oleh setiap muslim dewasa, merdeka, dan memiliki kekayaan
dalam jumlah tertentu dengan syarat tertentu. Adapun yang wajib dizakati adalah
jiwa dan harta (zakat fitrah dan mal). Orang yang berhak menerima zakat yaitu
delapan golongan yang telah disebutkan di dalam al Quran. Kadarnya atau besar
zakat yang dikeluarkan ditentukan tergantung kepada jenis barang yang
dizakatkan. Waktu dalam mengeluarkan zakat pun telah ditentukan pada waktu
tertentu. Dan hukum zakat adalah wajib.
2. Infaq
Infaq bersifat umum. Infaq dapat berarti
untuk ibadah bisa juga untuk perkara yang dibolehkan atau bahkan perkara yang
wajib. Infaq dapat dikeluarkan oleh siapa saja, tak terbatas ruang dan waktu
serta kadarnya.
3. Shadaqah
Shadaqah bebas dikeluarkan oleh siapa saja
dan diberikan kepada siapa saja. Dalam bershadaqah tidak ada persyaratan
tertentu dan hukumnya tidak wajib.
C. Definisi Zakat Fitrah
dan Mal serta Pengelolaannya
Sebagaimana
yang telah diketahui, zakat terbagi menjadi dua jenis, yaitu zakat fitrah
(jiwa) dan zakat mal (harta). Mengenai keduanya, terdapat perbedaan dalam
pelaksanaan dan pengelolaannya, termasuk jenis harta apa yang dikeluarkan
zakatnya.
a. Zakat Fitrah
Makna
zakat fitrah yaitu zakat yang sebab diwajibkannya adalah karena berbuka dari
puasa (futur) pada bulan Ramadhan, untuk mensucikan orang yang berpuasa
dari ucapan kotor dan perbuatan yang tidak ada gunanya dan memberikan makanan
kepada orang-orang miskin serta mencukupkan mereka dari kebutuhan dan
meminta-minta pada hari raya. Para fuqoha menyebut zakat
fitrah merupakan pajak yang dibebankan pada pribadi (nafs), sehingga ia
wajib dikeluarkan oleh setiap muslim, baik laki-laki ataupun perempuan, besar
ataupun kecil, tua ataupun muda, kaya ataupun miskin di bulan Ramadhan sampai
menjelang shalat Idul fitri.[10]
Syarat
wajib zakat fitrah yaitu jika seseorang telah memiliki kelebihan harta dari
makanan untuk Idul Fitri maka yang berlebih dari makanan
tersebut wajib dikeluarkan zakat fitrahnya. Sedangkan orang yang
tidak memiliki kelebihan tidak wajib membayar zakat fitrah.[11] Adapun
besar zakat fitrah yang dikeluarkan adalah 1 sha’ dari makanan
pokok. Ukuran 1 sha’ menurut para ulama adalah 4 mud dengan
1 mud seukuran dua telapak tangan orang dewasa secara umum
atau setara dengan 767 ml. Lembaga fatwa Arab Saudi mengatakan bahwa ukuran
1 sha’ sekitar 2,6 kg. Sedangkan ukuran yang ditentukan oleh
para ulama di Indonesia adalah sekitar 2,5 kg.[12] Adapun
makanan pokok yang dimaksud adalah makanan yang dijadikan sebagai bahan pangan
utama sehari-hari seperti beras, sagu, jagung, maupun kurma, tergantung yang
berlaku di daerah masing-masing.
Waktu
wajib mengeluarkan zakat fitrah ialah sewaktu terbenam matahari pada malam hari
raya. Adapun terdapat ulama yang membolehkan mengeluarkan pada satu atau dua
hari sebelum waktu wajib karena menurut mereka asal zakat fitrah diwajibkan
karena berbuka dan berpuasa.[13]
b. Zakat Mal
Yang dimaksud dengan zakat mal yaitu zakat
berupa harta yang wajib atas emas dan perak (uang), perdagangan, binatang
ternak, biji-bijian dan tanaman, barang tambang dan barang temuan (harta
karun).
1. Zakat emas dan perak
(uang)
Para fuqoha sepakat
mengenai kewajiban emas dan perak atau dengan kata lain, logam berupa mata uang
baik lempengan, tercetak atau berupa perhiasan.[14]
Di dalam hadits Ali bin Abi Thalib yang
disampaikan oleh Ibnu Majah bahwa Ibnu Umar dan Aisyah berkata, “Dulu
Rasulullah saw mengambil zakat sebanyak 1/2 dinar dari orang yang memiliki 20
dinar dan 1 dinar dari orang yang memiliki 40 dinar.”[15]
Dinar adalah mata uang dari emas yang 1
dinar beratnya sekitar 4,25 gr. Maka nisab emas sebanyak 20 dinar sama dengan
85 gr emas.[16] Sedangkan besar
yang dikeluarkan adalah 1/40 nya dari 20 dinar atau 1/40 dari 85 gr yaitu 2,125
gr.
Selain dinar (emas), terdapat dirham yang
merupakan mata uang dari perak. Dalam hadits riwayat Ali bin Abi Thalib bahwa
Rasulullah saw bersabda, “Keluarkanlah zakat perak! pada setiap 40 dirham
dikeluarkan 1 dirham, jika seseorang memiliki 190 dirham maka tidak ada
kewajiban zakat baginya. Jika dia memiliki 200 dirham, maka wajib dikeluarkan
zakatnya sebanyak 5 dirham.” Berdasarkan hadits tersebut maka nisab perak
adalah 200 dirham, yang setiap 40 dirham dikeluarkan zakatnya sebanyak 1 dirham
sehingga 200 dirham dikeluarkan zakatnya 5 dirham. Apabila seseorang hanya
memiliki 190 dirham maka tidak ada kewajiban untuk mengeluarkan zakat.[17]
Beberapa barang yang disamakan dengan emas
dan perak di antaranya uang kartal, saham dan surat berharga seperti obligasi.[18]
2. Zakat perdagangan
Makna barang dagangan yaitu harta selain
emas dan perak seperti perumahan macam-macam hewan pakaian dan barang-barang
lain yang digunakan untuk berdagang.[19] Ada beberapa
syarat mengenai kewajiban zakat perdagangan, yaitu :
a. Barang perdagangan
menjadi hak milik dalam arti yang sebenarnya seperti hasil dari jual beli,
pernikahan, hadiah, wasiat dan usaha-usaha yang halal, karena barang yang bukan
hak milik tidak wajib dikeluarkan zakatnya.
Zakat perdagangan dilihat
kapan saat harga dagang mencapai nisab senilai 85 gr emas. Setelah itu, setahun
kemudian dilihat lagi apakah masih sampai satu nisab atau tidak. Jika masih, maka dikeluarkan 1/40 darinya. Cara menghitungnya
bukan dengan harga pada waktu barang dibeli, bukan juga pada waktu akan dijual.
Tetapi dengan harga berapa untuk mendapatkan barang tersebut. Maka hitunglah
berapa kira-kira harga ketika mendapatkan barang tentu berbeda ketika dijual
ataupun dibeli.[21]
3. Zakat binatang ternak
Binatang ternak yang termasuk adalah unta,
sapi, kambing atau sejenisnya. Dalam kewajiban zakat binatang ternak terdapat
beberapa syarat, yaitu :
a. Mencapai satu nisab
b. Telah mencapai satu haul
dalam kepemilikan pemiliknya yaitu telah berlalu satu tahun penuh sejak awal
kepemilikan.
c. Binatang ternak tersebut
merupakan binatang yang termasuk kategori sa’imah yaitu binatang yang
digembalakan atau yang diberi makan dengan cara dilepas dipadang rumput.
Adapun zakat unta tidak wajib dikeluarkan
jika kurang dari 5 ekor, apabila sampai 5 ekor maka zakatnya adalah seekor
kambing betina.
Adapun zakat sapi tidak wajib dikeluarkan
sebelum sampai pada jumlah 30 ekor, maka zakatnya adalah seekor sapi jantan
atau betina genap umur satu tahun.
Dan zakat kambing apabila telah mencapai
40 ekor dikeluakan zakatnya seekor kambing betina.
4. Zakat biji-bjian dan
tanaman
Zakat biji-bijian dan tanaman merupakan
hasil panen dari tanaman pangan berupa gandum, padi, kurma, anggur kering dan
biji-bijian, sedangkan komoditas yang lain seperti sayuran dan buah-buahan
selain anggur dan kurma tidak wajib zakat.[23]
Adapun nisabnya mencapai 5 wasaq, dengan 1
wasaq sama dengan 60 sha’ jadi 5 wasaq sama dengan 300 sha’ (sekitar 750
kg). Maka zakat yang dikeluarkan sebanyak 1/10 bila diairi dengan
air hujan. Apabila diairi dengan pompa atau mengeluarkan biaya dalam
pengairannya maka zakat yang dikeluarkan 1/20.[24]
5. Zakat barang tambang dan
barang temuan (harta karun)
Yang dimaksud dengan barang
tambang adalah barang peninggalan kuno menurut Hanafiyah sedangkan menurut
Malikiyah dan Syafi’iyah barang tambang yang wajib dizakatkan adalah emas dan
perak. Menurut Hanabilah barang tambang mencakup semua jenisnya baik yang beku
maupun cair.[25]
Mengenai zakat barang temuan atau
peninggalan kuno zakatnya 1/5 berdasarkan kesepakatan ulama. Karena barang
peninggalan kuno adalah ghanimah untuk kemaslahatan umum.
Dalam masalah ini tidak disyaratkan mencapai nisab. Selain emas dan perak
karena kedua barang tersebut dianggap sebagai jenis tersendiri.
D. Orang yang Berhak
Menerima Zakat
Orang-orang yang berhak menerima zakat
adalah sesuai dengan firman Allah dalam QS. At- Taubah : 60.
“Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah
untuk (1) orang-orang fakir, (2) orang-orang
miskin, (3) pengurus-pengurus zakat, (4) para
mu'allaf yang dibujuk hatinya, (5) untuk (memerdekakan)
budak, (6) orang-orang yang berhutang, (7) untuk
jalan Allah dan (8) untuk mereka yang sedang dalam perjalanan,
sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi
Maha Bijaksana.”
Sehingga telah jelas bahwa terdapat
delapan golongan yang berhak menerima zakat, yaitu :
1. Fakir
Orang fakir adalah orang yang tidak
mendapatkan sesuatu untuk menutupi kebutuhannya (orang melarat, orang yang amat
sengsara hidupnya).[26]
Menurut Imam Hanafi yaitu orang yang
mempunyai harta kurang dari satu nisab atau mempunyai satu nisab tetapi habis
untuk keperluannya. Menurut Imam Malik yaitu orang yang mempunyai harta
sedangkan hartanya tidak mencukupi untuk keperluannya dalam masa satu tahun.
Menurut Imam Hambali yaitu orang yang tidak mempunyai harta atau mempunyai
harta kurang dari seperdua keperluannya. Menurut Imam Syafi’i yaitu orang yang
tidak mempunyai harta dan usaha atau mempunyai harta dan usaha kurang dari
seperdua keperluannya dan tidak ada orang yang berkewajiban memberi belanjanya.[27]
2. Miskin
Orang miskin adalah orang yang memiliki
harta dan usaha lebih baik dari orang fakir tetapi tidak mencukupi kebutuhannya
(berada dalam keadaan kekurangan).[28]
Menurut Imam Hanafi dan Imam Malik yaitu
orang yang tidak mempunyai sesuatu apapun. Menurut Imam Hambali yaitu orang
yang mempunyai harta seperdua keperluannya atau lebih tapi tidak mencukupi.
Menurut Imam Syafi’i yaitu orang yang mempunyai harta dan usaha sebanyak
seperdua keperluannya atau lebih tapi tidak sampai mencukupi.[29]
3. Amil
Para ulama telah sepakat tentang siapa
yang dimaksud dengan amil yaitu orang yang ditunjuk atau diangkat (diberi
tugas) oleh penguasa untuk mengurus zakat sejak dari mengumpulkan, mencatat,
menjaga dan membagikan harta zakat kepada yang berhak.[30]
Menurut Imam Hanafi yaitu orang yang
diangkat untuk mengambil dan mengurus zakat. Menurut Imam Malik yaitu pengurus
zakat meliputi pencatat, pembagi, penasehat dan sebagainya yang bekerja untuk
kepentingan zakat. Menurut Imam Hambali yaitu pengurus zakat yang diberi zakat
sekedar upah pekerjaannya. Menurut Imam Syafi’i yaitu semua orang yang bekerja
mengurus zakat dan tidak mendapat upah selain dari zakat.[31]
4. Muallaf
Muallaf bisa jadi muslim atau juga non
muslim yang diharapkan ke-Islamannya karena dianggap akan mendatangkan banyak
manfaat untuk Islam atau orang yang baru masuk Islam sedangkan imannya masih
lemah.[32]
Menurut Imam Hanafi yaitu orang yang tidak
diberi zakat lagi sejak masa khalifah pertama. Menurut Imam Malik yaitu orang
kafir yang ada harapan untuk masuk Islam dan atau orang yang baru memeluk
Islam. Menurut Imam Hambali yaitu orang kafir yang mempunyai pengaruh dan ada
harapan ia masuk Islam atau orang yang baru masuk Islam dengan harapan imannya
akan bertambah teguh. Menurut Imam Syafi’i ada empat macam yaitu yang pertama,
orang yang baru masuk Islam sedangkan imannya masih lemah. Yang kedua, orang
Islam yang berpengaruh dalam golongannya dengan harapan kalau diberi zakat
orang lain dari golongannya akan masuk Islam. Yang ketiga, orang
Islam yang berpengaruh atas orang kafir dengan harapan kalau diberi zakat akan
terpelihara dari kejahatan orang kafir tersebut. Yang keempat, orang
yang menolak kejahatan orang yang anti zakat.[33]
5. Budak
Yang dimaksud adalah budak muslim yang
mungkin untuk dimerdekakan dan dibayarkan seluruh biaya yang dibutuhkan untuk
memerdekakannya.[34]
Menurut Imam Hanafi yaitu budak yang telah
dijanjikan oleh tuannya bahwa dia boleh menebus dirinya dengan uang atau harta
lain. Menurut Imam Malik yaitu budak muslim yang dibeli dengan uang zakat dan
dimerdekakan. Menurut Imam Hambali dan Imam Syafi’i yaitu budak yang telah
dijanjikan oleh tuannya boleh menebus dirinya dengan uang yang telah ditentukan
dan diberi zakat sekedar penebus dirinya.[35]
6. Orang yang berhutang
Orang yang berhutang bisa disebabkan
karena dia mendamaikan dua orang yang berselisih walaupun dia orang kaya atau
bisa karena untuk menutupi kebutuhannya atau kepentingan yang bukan maksiat
sedangkan dia tidak sanggup membayarnya.[36]
Menurut Imam Hanafi yaitu orang yang
mempunyai hutang sedangkan hitungan hartanya diluar hutang tidak cukup satu
nisab, dia diberi zakat untuk membayar hutang. Menurut Imam Malik yaitu orang
yang berhutang sedangkan hartanya tidak mencukupi untuk membayar hutangnya,
dibayar hutangnya dengan zakat kalau dia berhutang bukan untuk sesuatu
yang fasid (jahat). Menurut Imam Hambali ada dua macam yaitu
yang pertama, orang yang berhutang untuk mendamaikan orang
lain yang berselisih. Yang kedua, orang yang berhutang untuk
dirinya sendiri pada pekerjaan yang mubah, ia diberi zakat sekedar hutangnya.
Menurut Imam Syafi’i ada tiga macam yaitu yang pertama, orang yang
berhutang karena mendamaikan dua orang yang berselisih. Yang kedua,
orang yang berhutang untuk kepentingan dirinya sendiri pada keperluan yang
mubah atau yang tidak mubah tapi dia sudah taubat. Yang ketiga,
orang yang berhutang karena menjamin hutang orang lain, sedangkan dia dan orang
yang dijaminnya tidak dapat membayar hutang.[37]
7. Fii sabilillah
Para ulama sepakat yang dimaksud dengan
fii sabilillah adalah para pejuang yang berperang di jalan Allah. Atau dengan
kata lain adalah jihad yang bermakna umum termasuk jihad dengan lisan dan
tulisan. Dengan demikian boleh mengambil zakat untuk perkembangan dakwah dan
membiayai para da’i.[38]
Menurut Imam Hanafi yaitu orang yang
berperang pada jalan Allah. Menurut Imam Malik yaitu bala tentara dan mata-mata
untuk keperluan membeli senjata, kuda atau untuk keperluan peperangan yang lain
pada jalan Allah. Menurut Imam Hambali yaitu bala tentara yang tidak mendapat
gaji dari penguasa. Menurut Imam Syafi’i yaitu bala tentara yang membantu
sedangkan dia tidak mendapat gaji dan untuk membeli keperluan seperti senjata
dan lain sebagainya. Namun masih menurut Imam Syafi’i terdapat keumuman dalam
kata sabilillah. Ditetapkan dalam kaidah ilmu ushul fiqh bahwa kata yang umum wajib
diartikan menurut keumumannya selama tidak ada dalil yang mengkhususkannya.
Sehingga fii sabilillah tidak hanya dimaknai sebagai orang yang berperang
(mengangkat senjata) namun juga meliputi semua hal yang menjadi kemaslahatan
umum pada jalan Allah.[39]
8. Ibnu sabil
Para ulama sepakat bahwa ibnu sabil adalah
orang yang berada dalam perjalanan (musafir) yang bukan maksiat dan kehabisan
perbekalan sehingga tidak bisa kembali ke negaranya meskipun di negaranya dia
orang kaya.[40]
Menurut Imam Hanafi yaitu orang yang dalam
perjalanan, putus perhubungan dengan hartanya maka orang ini diberi zakat
sekedar keperluannya. Menurut Imam Malik yaitu orang yang dalam perjalanan
sedangkan dia membutuhkan biaya pulang ke negaranya dengan syarat keadaan perjalanannya
bukan maksiat. Menurut Imam Hambali yaitu orang yang kehabisan perbekalan dalam
perjalanan yang halal dan diberi sekedar cukup untuk biaya pulangnya. Menurut
Imam Syafi’i yaitu orang yang mengadakan perjalanan dan dalam perjalanannya dia
diberi zakat untuk sekedar biaya sampai pada yang dimaksud dan perjalanannya
itu bukan maksiat.[41]
BAB III
KESIMPULAN
Zakat merupakan salah satu
dari lima rukun Islam yang diwajibkan secara mutlak oleh Allah. Zakat
ditinjau dari segi bahasa merupakan kata dasar (mashdar) dari zaka yang
berarti berkah, tumbuh (berkembang), bersih atau suci dan baik. Sedangkan ditinjau dari segi istilah
fiqh, zakat berarti sejumlah harta tertentu yang telah mencapai
nisab untuk diserahkan kepada golongan tertentu dan pada waktu tertentu. Terdapat dua jenis zakat yang
disyariatkan, yaitu zakat fitrah (jiwa) dan zakat mal (harta). Infaq berasal dari akar kata nafaqa yang
berarti keluar. Secara istilah, infaq berarti mengeluarkan sesuatu (harta)
untuk suatu kepentingan, baik itu kepentingan yang baik maupun kepentingan yang
buruk. Shadaqah secara bahasa berarti sesuatu yang benar atau jujur. Secara
istilah berarti mengeluarkan harta di jalan Allah sebagai bukti kejujuran atau
kebenaran iman seseorang.
Sebagaimana yang telah dijelaskan, zakat wajib
dikeluarkan oleh setiap muslim dewasa, merdeka, dan memiliki kekayaan dalam
jumlah tertentu dengan syarat tertentu. Adapun yang wajib dizakati
adalah jiwa dan harta (zakat fitrah dan mal). Orang yang berhak menerima zakat
yaitu delapan golongan yang telah disebutkan di dalam al Quran. Kadarnya atau
besar zakat yang dikeluarkan ditentukan tergantung kepada jenis barang yang
dizakatkan. Waktu dalam mengeluarkan zakat pun telah ditentukan pada waktu
tertentu. Dan hukum zakat adalah wajib. Infaq bersifat umum. Infaq dapat
berarti untuk ibadah bisa juga untuk perkara yang dibolehkan atau bahkan
perkara yang wajib. Infaq dapat dikeluarkan oleh siapa saja, tak terbatas ruang
dan waktu serta kadarnya. Shadaqah bebas dikeluarkan oleh siapa saja dan
diberikan kepada siapa saja. Dalam bershadaqah tidak ada persyaratan tertentu
dan hukumnya tidak wajib.
Makna zakat fitrah yaitu zakat yang sebab
diwajibkannya adalah karena berbuka dari puasa (futur) pada bulan
Ramadhan. Syarat wajib zakat fitrah yaitu jika seseorang telah memiliki
kelebihan harta dari makanan untuk Idul Fitri maka yang berlebih dari makanan
tersebut wajib dikeluarkan zakat fitrahnya. Adapun besar zakat
fitrah yang dikeluarkan adalah 1 sha’ dari makanan pokok.
Waktu wajib mengeluarkan zakat fitrah ialah sewaktu terbenam matahari pada
malam hari raya. Yang dimaksud dengan zakat mal yaitu zakat berupa
harta yang wajib atas emas dan perak (uang), perdagangan, binatang ternak,
biji-bijian dan tanaman, barang tambang dan barang temuan (harta karun).
Orang-orang yang berhak
menerima zakat adalah sesuai dengan firman Allah dalam QS. At- Taubah : 60, yaitu fakir, miskin, amil, muallaf, budak, orang
yang berhutang, fii sabilillah dan ibnu sabil.
PENUTUP
Demikianlah makalah ini kami
buat. Kami menyadari bahwa makalah ini sangat jauh dari kata sempurna, baik itu
dari segi penulisan, gaya bahasa yang kami paparkan atau juga sistematika
pengambilan referensi. Seperti pepatah tak ada gading yang tak retak. Oleh
karena itu, kami sangat mengharapkan kritikan yang bersifat membangun serta
saran guna memperbaiki dan mengevaluasi makalah ini.
Semoga makalah ini dapat
memberikan ilmu yang bermanfaat bagi kami dan bagi semua kalangan pada umumnya.
Amin.
DAFTAR PUSTAKA
As
Shiddieqy, Hasbi. 1984. Pedoman Zakat. Jakarta : Bulan Bintang.
Az
Zuhaili, Wahbah. 2011. Fiqih Islam wa Adillatuhu Jilid 3. Jakarta :
Gema Insani.
Bakry,
Nazar. 1994. Problematika Pelaksanaan Fiqh Islam. Jakarta :
Raja Grafindo Persada.
Daradjat,
Zakiah. 1983. Ilmu Fiqh Jilid 1. Jakarta : Pusat Direktorat
Pembinaan PTAI.
Rasjid,
Sulaiman. 1992. Fiqh Islam. Bandung : Sinar Baru.
Rijal
H, Syamsul. 2007. Buku Pintar Hadits. Jakarta : BIP.
Sabiq,
Sayyid. 2007. Fiqih Sunnah Jilid 1. Jakarta : Pena Pundi Aksara.
Tarmidzi,
Erwandi. 2013. Panduan Zakat Praktis. Jakarta : Yayasan
Dasrussalam.
Qardawi,
Yusuf. 2004. Hukum Zakat. Jakarta : Litera Antar Nusa.
Online
(diakses 10 Oktober 2014) :
[30] Zakiah Daradjat, Ilmu
Fiqh Jilid 1, (Jakarta : Pusat Direktorat Pembinaan PTAI, 1983), hal.
261.
0 komentar:
Post a Comment